Entah kenapa, berita tentang rasisme di Indonesia begitu gampang tersebar sampe ke pelosok lain bumi ini. Saya sudah terbiasa ditanya, mengapa bangsaku kian rasis padahal sempat "naik daun" karena sukses menyelanggarakan pemilu tahun 2004 lalu. Sudah hal biasa juga (terutama di negeri sendiri) untuk berasyik-masyhuk dengan predikat negara demokrasi terbesar yang berhasil menyelenggarakan pemilu dengan demokratis dan dengan tingkat partisipasi pemilih tertinggi di dunia.
Tapi semua itu tak berbekas jika kemudian dialihkan kepada tema yang sensitif bagi orang Barat. Kategoriasasi ini sebenarnya tidak pas, tapi kita pakailah untuk kemudahan identifikasi. Saya dari Indonesia maka saya masuk kategori timur, dan mereka orang Inggris, Amerika, dan Eropa pada umumnya, adalah Barat itu.
Nah, sebagian besar teman-teman banyak bertanya dan heran mengapa Indonesia, bangsa besar yang menjalankan demokrasi, masih harus berkutat dengan isu rasialisme dan ini kemudian berimplikasi bagi kaum mereka? Mereka sering mengeluh tentang sikap masyarakat Indonesia terhadap orang-orang barat.
Saya jawab dengan sederhana aja. "Itulah jika kalian coba memaksa kami untuk menganut paham yang menguntungkan Anda saja". Maksud saya seperti ini, jika menurut mereka tepat waktu, menghargai sesama, dan tidak membunuh orang (ini contoh paling ekstrim) adalah nilai mereka, berarti mereka salah. Ini adalah nilai yang universal. Komodifikasi nilai yang mereka lakukan, telah lebih banyak menipu daripada bermanfaat.
Makin bingunglah mereka, demikian pula dengan saya. Saya bahkan tak ingat telah ngomong apa. Seketika spontan aja saya jawab, orang-orang barat yang datang ke Indonesia sering kali mengeluh tentang sikap orang-orang Indonesia. Saya juga punya keluhan disini, bis kota tidak tepat waktu dan sikap rasisme mereka terhadap pelajar-pelajar asi, terutama China.
bersambung.....
No comments:
Post a Comment