Thursday, August 16, 2012

A Separation-- Semacam Review


Suntuk dengan bacaan dengan topik yang itu-itu saja, serta lelah dengan paper yang rasanya tak beranjak dari halaman terakhir, menonton film adalah pilihan bijak, meski tak pasti bestari. Masalahnya, tak ada toko dvd bajakan disini. Beberapa alternatif sebenarnya tersedia. Blockbuster, atau VideoEazy sebenarnya bisa. Tapi karena tak tahu bagaimana caranya, maka pilihan jatuh ke i-tunes.

Banyak pilihan film, tapi tak banyak menarik. Apalagi harga film rental yang terbaru masih relatif mahal. Bosan juga dengan genre action yang masih mendominasi. Setelah browsing beberapa lama, pilihan jatuh ke film independent "A Separation" yang disutradarai oleh Asghar Farhadi. Testimoni yang ada cukup menjanjikan. Film ini berhasil meraih Oscar 2011 untuk film berbahasa asing terbaik. Penghargaan dari festifal film dari beberapa negara juga telah diraih film ini. Review singkat film ini pun menjanjikan alur cerita yang menarik.

Film ini bercerita tentang sepasang suami istri kelas menengah Iran. Sang istri bernama Simin (saya duga) adalah seorang Dosen dan suaminya, Nader adalah seorang karyawan bank. Simin berniat pindah ke negara lain demi mencari penghidupan yang lebih baik. Sampai disini, sebenarnya tidak banyak disinggung mengapa ia mau keluar dari Iran. Dalam film, kehidupan mereka sebenarnya baik-baik saja, standar kelas menengah kota besar. Apartemen ada. Anak gadis yang pintar dan penurut pun melengkapi kehidupan mereka.

Masalahnya, Nader tak setuju dengan ide sang istri. Apalagi ia memiliki ayah yang mengidap Alchezemir dan butuh perawatan. Gambaran anak berbakti dengan jelas bisa kita lihat dari peran Nader ini. Ia memandikan sang ayah, mengganti pakaiannya dan membelikan koran setiap hari. Ia tak tega meninggalkan sang ayah, meski Simin berkali-kali mengatakan bahwa bahkan ayahnya tak tahu siapa nama anaknya. Toh, meninggalkan ayah dalam kondisi seperti itu tak berarti apa-apa. Akhirnya, Simin memutuskan untuk menggugat cerai sang suami. Di pengadilan, bukannya persetujuan, tapi ceramah hakim yang didapatnya. Menurut sang hakim, alasan untuk bercerai yang disampaikan Simin tak cukup kuat. Tak ada kekerasan rumah tangga, pun sang suami tidak ada kendala dalam memberi nafkah lahir dan batin.

Tanpa restu pengadilan, Simin akhirnya meninggalkan sang suami dengan anaknya. Ia pergi entah kemana. Dalam kondisi seperti ini, Nader tak punya banyak pilihan. Kerjaan tak mungkin ditinggal, sementara ayahnya butuh perawatan maksimal. Ia rekrutlah seorang wanita bernama Razieh untuk menjadi semacam pembantu rumah tangga, yang tugasnya mengatur rumah dan menjaga sang ayah. Razieh digambarkan sebagai wanita dengan seorang anak perempuan, taat beribadah dan memegang teguh prinsip ke-Islaman. Gambaran khas wanita Iran dengan tutup kepala besar dan hitam.

Dalam perjalanannya, konflik kemudian muncul. Baru 2 hari bekerja, Nader pulang ke rumah dan menemukan ayahnya terjatuh dari tempat tidur dengan selang oksigen yang tidak terpasang dengan baik. Ia panik tak terkira dan berusaha membangunkan ayahnya. Selang beberapa lama, Razieh sang pembantu datang ke rumah. Murkalah Nader kepada Razieh, yang menurutnya tidak bertanggung jawab atas kerjaan yang diberikan. Belum lagi ia kemudian menemukan bahwa sejumlah uangnya hilang. Konflik yang khas dan sarat dalam film-film Indonesia bergenre 'sedih - berakhir bahagia'.

Razieh berusaha membela diri dan meyakinkan Nader bahwa ia tak seperti yang dipikirkannya. Namun dengan penuh murka Nader mengusir Razieh, yang parahnya membuat Razieh terbanting keluar dari pintu hingga terjatuh. Sampai disini semuanya berjalan biasa, hingga beberapa hari kemudian Razieh ditemukan terbaring di rumah sakit karena keguguran. Razieh, si pembantu itu ternyata hamil dan tuduhan beralih ke Nader sebagai penyebab keguguran. Konflik pun beralih antara Nader dan suami Razieh, yang tentu saja tak terima istrinya tersakiti dan kehilangan jabang bayi dalam waktu bersamaan.

Dan ternyata saudara-saudara, Simin yang sebelumnya digambarkan telah pergi ke negeri seberang, masih ada di Iran. Ia tinggal dirumah orang tuanya. Ternyata ia tak begitu berani pergi meninggalkan negeri tanpa anaknya. Kekhawatiran terbesar pada anaknya itulah yang membuatnya tak jua meninggalkan kota. Dan sang istri pun mengikuti dibalik layar kehidupan suaminya, yang ternyata tak mulus. Ia pun berinisiatif mengatur jalan damai dengan keluarga korban agar suaminya tak sampai harus mendekam di penjara. Ia bahkan rela menjual mobilnya untuk membayar denda 'uang kemantian' sebagaimana disyaratkan pengadilan.

Ini tak berjalan mulus. Ada konflik lain yang dihadirkan sang sutradara. Hingga disini saya merasa film ini tak ada habisnya. Habis satu konflik terbit konflik yang lain. Dalam rumus film, ini mungkin kriteria film yang bagus, entahlah..

Singkat cerita, pertemuan untuk jalan damai antara dua keluarga pun disiapkan. Nader bersedia membayar tebusan, dengan satu syrat, Razieh mau bersumpah di atas Alquran bahwa Naderlah penyebab kematian calon bayinya dan mengakibatkannya masuk rumah sakit. Razieh, yang digambarkan sebagai seorang muslimah yang taat, menolak. Baginya, ia sendiri tak yakin dengan itu. Apalagi suaminya memang berkepentingan terhadap pembayaran denda itu karena telah dikejar-kejar kreditor yang ingin menagih utang yang telah menumpuk.

Film ini ditutup dengan adegan pengadilan, sekali lagi. Kali ini, pengadilan dalam kasus perwalian anak. Scene film ini tak jauh dari apartemen Nader, dan pengadilan. Dua jam lebih tak terasa, dan film ini terus mengaduk-ngaduk perasaan. Namun film ini rasanya tak menggambarkan Iran dengan utuh. Atau jangan-jangan ini film diniatkan menjadi 'duta perdamaian' bagi Iran di dunia global yang terlanjur mencitrakan negara ini sebagai negara ekstrimis dan tidak bershabat dengan kaum perempuan.

Namun dibalik pertanyaan itu, saya menikmati betul dialek Persia yang enak di dengar itu. Sebab kenikmatan menonton film ini tentu akan rusak jika disulih-suarakan. Dan syukurlah, karena kategori Oscar yang didapatnya adalah film berbahasa asing, maka hal itu tidak terjadi.

Sebuah film yang bagus, namun agak sangsi ini bisa diterima oleh orang Iran sendiri.


Photo credit: http://www.disassociated.com