Saturday, July 23, 2005

ospek? siapa yang tidak mendukung ospek?
kemariko cilaka, plaak!
(--anonymous--)
6:50 PM

Baiklah, maaf jika catatan itu sedikit mengusikmu. Tapi izinkan aku melanjutkannya, sebab
kau tahu, itu masih jauh dari cukup.

Sekarang, mari kita lihat bagaimana metode sosialisasi (atau paling tidak dianggap
sosialisasi). Baligo, wuih, hampir semua memakai metode yang satu ini. Pembuatannya pun
seperti kompetisi, meski sebenarnya tak jelas betul apa manfaat yang diperoleh. Asumsi
ketika kita membuat baligo, berarti ada yang ingin disosialisasikan, paling tidak, semisal
pelaksanaan seminar. Manfaatnya tentu agar khalayak mengetahui adanya hajatan itu dan
tertarik untuk mengikutinya.

Lalu bagaimana dengan baligo penyambutan? Disinilah yang tadi kukatakan tidak jelas betul
faedahnya. Mengharapkan agar mahasiswa baru berbondong-bondong mendaftarakan diri? Tunggu dulu, bukankah tanpa itu rasanya senior sudah sangat "berhasil". Ketika pendaftaran ulang dimulai, mereka ramai-ramai mendirikan posko-posko, lengkap dengan berbagai atribut dan ancamannya. "Mahasiswa baru fakultas @#d%@%$ agar melaporkan diri disini, kalau
tidak....@%#$$". Jadi, hampir tak ada implikasi positif dari keberadaan baligo itu dengan
tingkat kehadiran dan keiukutsertaan mahasiswa baru.

Akan halnya dengan estetika, yang membuat mereka seperti berkompetisi membuat baligo yang unik dan lain daripada yang lain? Untuk yang satu ini, perlu kiranya pandangan lain terhadap estetika. Bayangkanlah kerancuan selamat datang dengan tatapan seram dari wajah hitam dan tengkorak serta tulang belulang... rasanya sama dengan menghadiri taksiyah dan melayat kematian dengan senyum sumringah...

Metode lainnya, spanduk. Sama dengan baligo, praktis tidak ada rasionalisasi selain untuk
pengakuan akan terlaksananya hajatan primitif. Spanduk dan baligo juga selalu menciptakan
cerita tersendiri. Mulai dari proses pembuatan sampai dengan proses pemasangannya, yang
lebih sering menyisakan dendam ketimbang keakraban. Sudah tidak aneh jika kita mendengar
adanya keributan dari akibat spanduk dan proses yang mengikutinya.

Saturday, July 16, 2005

marketing

ada yang menarik jika kita perhatikan dengan seksama iklan-iklan penerimaaan mahasiswa baru di beberapa perguruan tinggi swasta di makassar. iklan-iklan ini baik melalui media pamflet, brosur atau baligo (termasuk yang below the line dan above the line) menawarkan sebuah konsep (mesti bukan baru) atau jaminan free ospek atau bebas perpeloncoan.

lalu apanya yang menarik? pertama, bahwa bebas perpeloncoan atau penyambutan mahasiswa baru tanpa perpeloncoan (untuk tidak menyebutnya kekerasan dan pelanggaran HAM) sudah menjadi "idaman" calon mahasiswa dan orang tuanya. paling tidak, bahwa mereka telah meyakini (?) bahwa tidak ada sisi positif yang diperoleh dari pelaksanaan penyambutan mahasiswa baru selama ini. tentu, argumen ini akan menjadi bulan-bulanan mereka yang sangat setia memupuk insting primitif mereka.

kedua, adanya kesadaran (meski masih sumir dan malu-malu) dari penyelenggara perguruan tinggi bahwa kualitas dan pelayanan yang diberikan oleh mereka adalah segalanya. terlepas dari idealisasi pendidikan dan kaitannya dengan proses kapitalisasi yang mengiringinya, kenyataan ini makin menunjukkan kebenarannya. tengoklah jumlah pendaftar di beberapa perguruan tinggi negeri, yang beberapa tahun belakangan ini mengalami penurunan drastis. salah satu penyebabnya adalah bahwa calon mahasiswa tak lagi, meski tidak sepenuhnya, melihat negeri tidaknya sebuah pt. apalagi biaya pendidikan di pt negeri dan swasta relatif tidak jauh mencolok. di makassar, mungkin asumsi ini belum sepenuhnya dapat diterima, apalagi pandangan negeri better than swasta masih saja menjadi variabel dalam proses pengambilan keputusan.

namun yang patut dicermati sebenarnya adalah bahwa "jualan" kursi kuliah dengan iming-iming bebas ospek dan perpeloncoan seperti menohok mereka yang masih sering mengumandangkan romantisme, kekompakan, etc dari penyambutan mahasiswa baru. kemasan dan namanya boleh beda, tapi satu yang pasti, kekerasan tetaps aja mendapatkan tempatnya dengan sangat layak.

Tuesday, July 12, 2005

berhemat (?)

imbauan pemerintah untuk berhemat dalam penggunaan energi rasanya telat datangnya. memang sudah dikuatkan bahwa ajakan ini buta mereka yang merasa di barisan menengah ke atas. tapi tetap saja implikasinya terhadap golongan bawah bukannya tidak ada.

meski positif, tapi kelihatannya jalan ini tak cukup. apalagi untuk menekan konsumsi yang
sudah gila-gilaan di negeri ini. kok bisa? tingkat penjualan kendaraan bermotor, khususnya
mobil makin meningkat. bagaimana dengan motor? kalau yang satu ini telah lama ia menunjukkan grafik yang tersu menanjak. namun peningkatan ini meski berbanding lurus dengan konsumsi bahan bakar, tetap saja lebih kecil dibanding peningkatan pembelian mobil dengan penggunaan bahan bakar.

apalagi, mobil-mobil mewah tak hanya mengisi jalan-jalan jakarta, tapi juga di makassar dan
kota-kota besar lainnya di indonesia. kadang aku berfikir, darimana mereka mendapatkan uang
membeli mobil yang dimajalah otomotif bekas kulihat harganya mendekati sembilan digit itu?
sekarang bukan barang aneh jika di makassar anda berpapasan dengan mobil jaguar, toyota
landcruiser terbaru.

masih segar dalam ingatan ketika beberapa waktu lalu perkumpulan orang-orang berduit lebih
unjuk gigi dengan tongkrongan mereka yang harganya, alamaaak. di sini mereka bereuni seolah
kawan dan karib yang sangat dekat, yang dipersatukan atas kesamaan hobi, untuk tidak
mengatakan kesamaan apa.....gitchu (kok jadi sinis gini...). dentuman suara knalpot motor
mereka memecah jalan, tentu saja dengan kawalan polisi dan sirenenya. dengan tangkringan
seharga puluhan hingga ratusan juta rupiah, rasanya banyak yang bisa dihemat.

sekilas, ini seperti komunis saja. tak ada yang boleh kaya dan berpenampilan lebih. tapi
bukan itu esensinya, kepekaan dan emphaty sepertinya sudah lama berlari jauh. di tengah
antrian masyarakat mendapatkan sejergen bbm, di sudut kota diselenggarakan pameran mobil
dengan harga selangit dan tentu saja boros bahan bakar. belum lagi tingkah para elit yang tak kunjung memberikan kenyamanan, sebab keteladanan rasanya terlalu mengawang..

jadi, tak cukup dengan imbauan. apalagi sekedar tidak memakai jas, dan menyetel pendingin ruangan. berhemat? sudah lama rakyat kecil melakukannya, bahkan lebih dari itu, berkekurangan.

Friday, July 08, 2005

maaf

Pada akhirnya juga adalah maaf, atas keinginan terdalam: memaksamu memahami keresahanku. Maafkan...

Nobody knows the troubles I see,
Nobody knows my sorrow...