Tuesday, June 26, 2012

Sekolah Kehidupan

Namanya Juan, asli Chile. Usianya sudah 66 tahun. Bersama seorang teman dari Makassar, kami sering mempelesetkan namanya dengan 'Iwang'. Ya, dengan huruf 'g' di belakang, khas makassar. Tepat setahun ia pensiun dari kerjaannya sebagai supervisor di pabrik bata merah. Kami bertemu beberapa kali. Sebelumnya kami haya duduk menanti bis yang datang. Tapi kali ini kami berbagi kisah. Tepatnya, ia membagi kisahnya. Porsi saya, 30 % mendengarkan. Mirip dengan penguasaan bola tim Inggris saat melawan Italia lah di piala Eropa kali ini.

Awalnya ia bercerita soal buah Nenas dan Nangka yang ia kenal dari Indonesia. Sejurus kemudian ia berbagi tentang kekamampuannya bercakap lima bahasa. Chile (tentu saja), English (ini juga tentu saja--ia PR disini dan telah hidup 45 tahun di Perth), Portugis, Spanyol, dan Italia. Wah, kagum juga gumam saya. Namun seperti mengerti gumaman saya, ia pun berujar, "tak perlu kagum anak muda, semua bahasa itu, kecuali English, adalah bahasa serumpun. Kamu relatif bisa memahaminya karena bahasa itu mirip-mirip adanya, meski banyak juga kata yang berbeda makna".

Lepas soal bahasa, ia bertanya soal kehidupan saya. Tak banyak yang bisa saya bagi, dan memang niat saya ingin mendengar saja. Sejak pagi saya sudah bicara dalam diskusi dengan pembimbing saya. Kali ini, ijinkan saya hanya mendengar.

"Anak muda, sekolahmu memang tinggi. Tapi tahukah kamu, sekolah yang tertinggi itu adalah kehidupan. Saya memang hanya tamat sekolah kejuruan di Chile sebelum saya menjadi imigran dan sampai disini. Tapi saya belajar banyak dalam rentang waktu itu."

Ia lalu bercerita bagaiman usia mudanya diisi dengan pesta. Rokok, bir dan wanita. Tapi ia kemudian berkata, "semuanya itu menjadi pelajaran bagi saya. kamu boleh salah, tapi jangan sampai mengulang kesalahanmu. Hidup ini juga singkat, maka jangan habiskan hidupmu dengan mengurusi urusan orang lain. Berbicaralah seperlunya. Tapi jika itu menyangkut hakmu, maka kamu harus berani berteriak".

Saya lalu bertanya, pertanyaan retorik sebenarnya. "Mengapa di usia 66 taun, kamu masih terlihat muda?". sambil tertawa dia berujar, " Kuncinya, nikmati hdiupnmu. Kamu hanya bisa menikmatinya hanya jika kamu tenang, maka tenangkan dirimu dengan mengecilkan porsi mengurusi urusan orang lain. Sayangin keluargamu, dan bermainlah sebagai manusia".

Bis yang dia nanti telah tiba. percakapan kami belum tuntas. Dia beranjak dan saya tetap saja di tempat. Saya pikir-pikir, pesannya tidak ada yang baru. Sejak kecil dan di sekolah, kami semua rasanya diajar seperti itu. Tapi mengapa ketika yang menyampaikannya itu Juan aka Iwang, rasanya menjadi lebih dalam. Betul, kehidupan ini adalah sekolah. Dan hari ini, gurunya Juan.

Kembali (Lagi)

Entah sudah berapa kali, isi postingan serupa ini saya posting. Niatnya sederhana, bahwa blog yang semata wayang ini akan kembali diaktifkan. Rupa-rupa alasan selalu mengemuka. Maka, kini tak ada lagi alasan. Semoga bisa istiqamah.. Menulis, memang sebuah upaya mengekalkan kenangan juga.

Beberapa komen yang masuk di beberapa postingan, soal pulau Tunda dan artikel 'serius' soal penguasa - pengusaha. Menyesal sangat diri ini tak sempat membalas. Memoderasi komentar yang masuk, dan ternyata tak pernah mengecek dashboard, maka komen lama itu pun tak pernah dijawab. Bagi mereka, maafkanlah diriku, dan saya berkenan berkirim email dan informasi. Mari, seilahkan datang.