Thursday, June 11, 2015

Pengalaman Mengurus Visa New Zealand

Alhamdulillah, mimpi ke New Zealand (NZ) segera menjadi kenyataan. Visa yang kami ajukan disetujui dan tanggal keberangkatan sudah terkonfirmasi. Tiket dan akomodasi pun sudah kami siapkan. Rasanya tak sabar menanti datangnya September 2015, jadwal kami ke NZ.

Saya banyak terbantu dengan informasi dari beberapa blog mengenai cara mengurus visa ke NZ. Blog seperti Tesyablog yang berbagi pengalaman mengurus visa dari Indonesia dan juga Traveling Precils yang bercerita tentang pengalaman mengurus visa NZ dari Sydney, Australia. Kedua blog ini menjadi rujukan saya dalam mengurus berkas. Informasi dari kantor imigrasi NZ dan informasi dari forum di tripadvisor dan google juga cukup membantu. Belajar dari pengalaman itu, saya pun memutuskan untuk menulis pengalaman saya dalam mengurus visa ini. Semoga bermanfaat bagi sesiapa yang punya tujuan yang sama.

Sebelum masuk pada persyaratan mengurus visa, ada beberapa hala yang perlu saya sampaikan juga. Pertama, saya perlu jelaskan bahwa saya mengurus visa NZ dari Perth, tempat saya belajar saat ini. Kedua, saya memakai paspor biru (Dinas), meski dalam pengetahuan saya tak banyak perbedaan berarti ketika kita menggunakan paspor biasa (hijau). Ketiga, tak ada kantor konsulat NZ di Perth, WA sehingga proses pengurusan menggunakan pos. Ketiga faktor ini penting juga menjadi perhatian sebab berpengaruh terhadap proses pengurusan visa.

Proses mengurus visa bagi saya sebaiknya dimulai dengan mencari informasi yang jelas dari sumber yang jelas dulu, misalnya website kantor imigrasi atau bagian yang mengurus visa. Untuk NZ, web Imigrasi mereka sangat lengkap menyajikan informasi yang kita butuhkan dalam mengurus visa. Bagian How to Apply adalah bagian yang wajib dibaca dan rajin untuk dikunjungi. Untuk visa turis seperti yang kami ajukan, proses pengurusan dan syarat adminsitrasinya relatif lebih mudah.

Syarat-syarat mengurus visa turis diantaranya:
  • paspor, yang masih berlaku 6 bulan setelah kita tinggalkan NZ. Paspor asli akan kita kirimkan bersama aplikasi.
  • mengisi lengkap form aplikasi. Ada dua macam form untuk temporary resident visa NZ. Pertama, Form INZ 1189 (Tourist/Business) Visitor Visa application. Form ini digunakan jika memang tujuan kita hanya untuk tourisme dan business. Form ini juga khusus untuk kunjungan kurang dari 6 bulan. Form jenis kedua adalah Form INZ 1017. Form jenis kedua ini bisa juga untuk turis dan bisnis tapi dengan masa tinggal yang lebih dari 6 bulan. Khusus soal form ini, awalnya saya bingung mau pakai yang mana. Apalagi keduanya bisa untuk kunjungan wisata. Namun dari berbagai forum dan blog, saya memilih menggunakan form yang pertama, INZ 1189. Meski resikonya hanya akan diberikan ijin masuk sekali dan bukan multiple entry. Dan ternyata benar, kami hanya diberikan ijin masuk NZ seminggu sebelum dan seminggu sesudah dari jadwal kunjungan  yang saya ajukan di aplikasi. Itupun hanya ijin sekali masuk, jika ingin ke NZ lagi, saya harus mengisi form lagi.
  • Enaknya mengurus visa ke NZ ini karena mengurus visa untuk keluarga (istri, anak) bisa sepaket dan bayarnya sekali. Jadi aplikasi saya, istri dan anak saya cukup menggunakan satu form aplikasi. 
  • Jangan lupa mengisi semua data yang diperlukan, termasuk perhatikan ukuran foto yang diminta ( 2 lembar, 3,5 cm x 4,5 cm.) Foto juga harus dilampirkan untuk keluarga yang masuk dalam aplikasi kita.
  • Untuk kunjungan kurang dari 6 bulan, tidak diperlukan medical certificate.
  • Lampirkan berkas lainnya seperti bukti booking tiket pesawat dan akomodasi. untuk tiket pesawat, saya saat itu hanya melampirkan quote dari travel agent. dan untuk akomodasi, saya lampirkan bukti boking hotel saya dari Booking.com.
  • Lampirkan pula bukti bank statement selama 6 bulan terakhir. NZ sangat jelas dalam hal bukti finansial ini. Minimal jumlah uang di rekening kita sebesar (atau setara) NZ$ 1000/orang/bulan. Jadi kalau misalnya rencana tinggal dua bulan dan bertiga, maka paling tidak rekening kita minimal sejumlah NZ$ 6000. 
  • Dokumen pendukung yang menjelaskan hubungan kita dengan istri dan anak, dalam hal ini buku nikah dan akta kelahiran. Akte kelahiran anak saya untungnya tidak perlu ditranslate karena dia lahir di UK. Sayangnya, buku nikah kami masih dari KUA, dan harus ditranslate. Sebenarnya banyak jasa penerjemah di Perth, termasuk KJRI juga melayani jasa ini. Namun bayarnya lumayan mahal. Melalui blog Precils saya tahu ada penerjemah tersumpah Lugas Language Centre, dan ternyata penerjemah tersumpah ini diakui juga oleh pihak Kedutaan NZ di Indonesia. Buku nikah saya scan dan kirim ke mereka, 2 hari kemudian hasilnya saya terima. Bayarnya pun tak mahal, cukup Rp 75 ribu/ lembar.
  • Karena status saya di Perth sebagai student, maka surat keterangan studi dari kampus juga saya lampirkan. Jika bekerja, surat dari atasan atau kantor yang menyebutkan masa kerja dan juga kepastian bahwa setealh kembali dari NZ akan kembali bekerja. 
  • Membayar biaya aplikasi sebesar AU$ 155. Cek biaya visa bisa melalui link ini juga (Visa Fee)
  • Jangan lupa membayar biaya jasa (Service Fee) sebesar AU$ 39. Biaya jasa ini karena proses adminsitrasi aplikasi kita dilakukan oleh pihak ketiga (TT service) meski persetujuannya tetap dilakukan oleh pemerintah NZ.
  • Pembayaran fee aplikasi dan service fee hanya bisa dilakukan dengan kartu kredit dan cash (jika Anda mengajukan aplikasi langsung di kantor TT Service Sydney). Karena saya mengajukan aplikasi via pos, maka saya harus mengisi form VAC Credit Card Authorisation Form.  
  • Jangan lupa sertakan pula amplop express ukuran besar dalam aplikasi kita agar semua dokumen yang kita kirimkan dikirim kembali ke alamat kita. Atau jika ingin TT service yang mengirimkan tanpa kita sertakan amplop, maka kita membayar lagi AU$ 20, yang bisa kita tuliskan di form VAC credit card authorization. 
  • Kirim berkasnya ke alamat: 
  • Visa Application Centre
    Level 6
    66 Hunter Street
    Sydney
    New South Wales 2000
    AUSTRALIA
     
     
Karena NZ juga sdh menganut visa elektronik, maka tidak ada lagi stiker visa yang ditempelkan di paspor kita. Sehari setelah dokumen saya diterima, semua berkas aplikasi dan berkas pendukung saya dikirimkan kembali ke alamat saya. Selang 3 minggu kemudian saya mendapatkan email dari imigrasi NZ bahwa aplikasi visa saya disetujui. Keterangan persetujuan aplikasi visa saya ini juga dilampirkan di email tersebut. Kelak jika berangkat (insya allah), surat inilah yang menjadi visa saya dan harus saya tunjukkan saat masuk ke NZ.

Nah, begitu proses dan pengalaman saya mengurus visa ke NZ dari Perth, Australia. Semoga membantu dan bermanfaat bagi yang membutuhkan. Semoga kelak bisa juga menulis pengalaman saat di NZ.

Thursday, May 28, 2015

Important

Final year, hectic days.

Oh iya, ini cerita soal dua supervisor thesis saya. keduanya perempuan. mereka dua individua yang berbeda dalam banyak hal. tentu, pengalaman dan usia menjadi kunci dalam perbedaan ini.
Supervisor yang pertama seorang australia berdarah Rusia. Mungkin dengan latar belakang itu sendiri bisa menjelaskan mengapa ia berbeda. Tegas, tak banyak kompromi, dan demanding.

Setiap dua minggu kami bertemu dan berdiskusi. tiga hari sebelum waktu bertemu, ia sudah minta dikirimkan draft pekerjaan saya. telat sehari, ia akan email bertanya mengapa dirinya belum menerima draft pekerjaan saya. tak banyak interaksi informal dengannya. bersikap tegas kepada mahasiswa bimbingannya merupakan bentuk pembimbingan. Ia percaya keberhasilan hanya bisa diraih dengan kerja keras dan pengorbanan. Bahkan mungkin dengan celaan? Hahaha, iya, jika telat mengirim draft atau hasil kerjaan dari memuaskan, ia tak segan mencela atau mengirim email dengan mode sarcasm yang luar biasa pedisnya. Beberapa kali saya menerima email yang agak mengesalkan ketika membacanya. Juga komentar dan feedbacknya yang serasa tidak supportif jika dibaca dalam keadaan tidak mood, lapar dan beasiswa yang belum juga cair. Percayalah...

Soal pengorbanan ini termasuk soal keluarga. Memasuki tahun terakhir studi saya, ia meminta saya untuk fokus dan memberi perhatian penuh pada tesis. Ia juga meminta saya berbicara kepada istri dan anak untuk siap 'dicuekin' hingga tesis tuntas. Pokoknya, hanya tesis yang utama. Perlakuan yang sama ia terapkan pada anaknya. Ia bercerita bagaimana ia menerapkan pola disiplin di rumah. tak boleh ada gangguan saat ia bekerja. Disiplin ketat juga ia terapkan pada anaknya semata wayang.

Di ruangan kerjanya, ada foto anaknya dengan medali emas entah dalam lomba apa. sepertinya atletik. Menurutnya, porestasi anaknya itu didapatkan dengan penekanan disiplin luar biasa, termasuk dengan mengatur pola makan dan melarang anaknya mengkonsumi jajanan sembarang. McDonald dan domino pizza? oh nope nope nope...

Saya beruntung, supervisor kedua (dan yang utama) sifat berbeda. Mungkin karena usia atau latr belakangnya yang dari Asia, banyak kompromi dalam interaksi kami. Ia sibuk luar biasa, selain jabatan struktural dalam kampus yang diembannya, ia juga punya banyak riset dan sering ke luar kota hingga menyebrang negara.

Dengan kondisi seperti itu, kompromi menjadi perlu. tak berarti bahwa pertemuan kami melulu ditunda dan tak sesuai jadwal. pertemuan hanya sebulan sekali, tapi jujur saja, lebih banyak yang saya dapatkan (fefedback dan ilmua lainnya) ketimbang pertemuan dengan supervisor pertama tadi. Ia juga sering berbagi pengalamannya ketika melakukan riset. Juga tak sedikit bukunya yang aku pinjam.

Nah, saat bertemu kemarin, ibu supervisor ini dapat telpon dari anaknya. Ia kemudian meminta ijin untuk menjawabnya. Setelah sekitar 2 menit berbicara, ia kemudian menjelaskan kepada saya bahwa ia punya prinsip baginya keluarga tetap utama. Ia juga berpesan pada anaknya, jika ada apa-apa dan butuh berbicara, anaknya bisa menlponnya kapan saja, meski dalam jam kerja sekalipun. "For me, family is important. when my daughter calls me, everything else is less important".

Tak ada soal mana yang lebih baik dari kedua ibu supervisor saya ini sebenarnya. Ini lebih soal pilihan menentukan prioritas. saya juga tak yakin benar bahwa kedisiplinan ibu supervisor saya yang pertama berarti ia tak lebih sayang pada anaknya ketimbang supervisor kedua. Soal hasilnya bagaimana, nah ini yang harus saya cari lebih jauh lagi dengan keduanya. Masih ada waktu bersama mereka, meski tetap berharap tak harus dalam waktu lama. Ingat, final year dan tak ada lagi beasiswa....