Friday, June 09, 2006

Mari Berpesta


Menjelang dimulainya Piala Dunia, media massa kemudian membuat banyak ulasan yang intinya menaruh harapan besar terhadap acara ini sebagai pelipur dari rangkaian bencana dan kesusahan yang kita hadapi. Meski bencana belum juga pamit dari bumi Indonesia, kita semua diajak untuk menjadikan pesta sejagat ini sebagai rehat untuk melupakan derita yang ada.

Mungkinkah? Entahlah, yang jelas demamnya memang telah masuk hingga ke sum-sum. Rehat yang dimaksud tentu saja untuk mengambil jarak. Pengambilan jarak tentu saja perlu untuk membuat kita bisa berenung, berefleksi dan merilekskan diri. Asal tidak membuatnya lebih runyam dengan bertaruh...cukup mengadu ramalan dengan kawan, di warkop atau juga di milis.

Meski tidak ada penelitian ilmiah yang menyebutkan piala dunia mampu mengubah keadaan menjadi lebih baik dari kondisi sebelumnya. Laporan yang ada malah menyebutkan bahwa piala dunia membuat kinerja menurun dan pertumbuhan ekonomi menjadi sedikit mandek karena para pekerja dan pelaku usaha keletihan setelah begadang untuk menyaksikan pertandingan. Entahlah..

Yang jelas, pesta ini semacam jeda, setidaknya waktunya tertunda, dari pertengkaran-pertengkaran politik (Amien Rais pun sampai harus menunda berkomentar sampai piala dunia usai), korupsi bantuan bencana, dan demonstrasi yang tidak juga mendapat simpati.
Meski, kita juga harus sadar bahwa perut lapar tidak dapat tertutupi dengan tarian samba atau umpan maut yang menyilang. Kesulitan-kesulitan ekonomi di masyarakat tetap saja tidak tertutupi oleh kamuflase kehebatan pemain sepakbola. Mari berpesta.