Thursday, July 08, 2004

perasaan

Hidup memang selalu memberikan misteri, dengan caranya sendiri. sejak kuliah dulu, aku tak pernah menyangka bahwa aku selesai dengan hasil yang pas-pasan. waktu itu, aku begitu yakin dengan kemampuanku bahwa aku bisa memperoleh hasil yang lumayan. tapi salah, sebab kekeliruan hitung membuat nilaiku terkuras.

Setelah sarjana, kebingungan masih juga menghampiri. dengan nilai pas-pasan seperti itu, kerja apa yang bisa aku dapat? buruh kasar pun rasanya tidak. saat itu menjadi bulan-dan hari berat bagi saya. bagaimana tidak, setelah melalui aktivitas yang bejibun selama menjadi mahasiswa, langsung drop saat sarjana. tidak ada aktifitas, tidak ada alasan untuk menyibukkan diri, dan lain sebagainya. belum lagi ekspektasi orang (termasuk keluarga) terhadap diri ini yang kadang saya rasa sangat berlebihan.

Setelah menjadi dosen pun, saya rasanya menjadi orang yang tidak punya tujuan. gembira setelah terpilih, berbalik menjadi galau. tapi itulah hidup, ces't la vie. the show must go on. sekarang aku makin sadar untuk harus bangun dan keluar belenggu yang aku buat sendiri. sebab, tunduk kaku dan meratapinya, bukanlah solusi yang bijak. satu yang pasti, one bright morning, when all mywork is over, i'll fly home.

1 comment:

Anonymous said...

mo nyoba komentar, boleh?
saya ingin memulai komentar ini dengan sebuah cerita, nyata. suatu siang di universitas tempat saya kuliah, seorang mahasiswa tengah mengikuti sidang skripsi, yang di universitas ini juga berarti penentuan: lulus atau tidak. hampir satu jam koko, mahasiswa tersebut berada di ruang yang sering jadi momok mahasiswa tingkat akhir tersebut. sementara, di luar ruang tersebut ada beberapa mahasiswa lain, menungguinya. di antara mahasiswa tersebut adalah saya. segera setelah keluar ruangan, koko, dengan muka gembira, segera mengaktifkan ponsel--yang karena peraturan harus tidak diaktifkan selama ujian. ia buka inbox, seorang teman koko, entah di mana, berkirim pesan menanyakan jalannya sidang. dengan agak pongah, koko membalas pesan itu diakhiri namanya, kali ini ia tulis, KOKO, S.E. mungkin sekedar menunjukkan rasa syukur dan bangga (atau sombong?)
tak lama kemudian, ponselnya berbunyi, sms masuk.
balasan dari teman tersebut. koko membacanya: selamat datang di dunia pengangguran.

maaf kalo malah jadi cerita. tapi kurang lebihnya ada semacam keheranan yang sangat pada diri saya, bagaimana mulanya, pengetahuan bisa identik dengan pendidikan (formal), dan lebih mengherankan lagi pengetahuan sering diukur dengan ijazah. apa perlunya ijazah? jawabannya cenderung seragam: kerja. lantas sebenarnya mencari pengetahuan dalam rangka mencari kerja toh. berarti mengenyam pendidikan adalah investasi. jadi ya jangan heran jika biaya pendidikan mahal. lha wong sedang berinvestasi! saya lebih setuju bu mega ttg penilaian bahwa pendidikan murah apalagi gratis di indonesia kini adalah omong kosong, dan jelas tidak mungkin. bagaimana mungkin, kata bu mega, berbagi kue kecil (apbn-pen.) untuk sebegitu banyak kepentingan?

ingat, pengetahuan tidak hanya bisa diperoleh di jalur pendidikan formal. dengan tidak menafikan bahwa ada yang hanya bisa diperoleh di jalur pendidikan formal; ya ijazah itu tadi. tapi saya bukan penganjur de-schooling lho! ngapain pusing, kuliahku aja ga bener!!!