Piala Eropa akhirnya kelar juga. Sebuah pesta sepakbola dengan banyak kejutan. Satau hal yang pasti, terima kasih karena Inggris akhirnya tidak lolos ke Swiss dan Austria. Entah bagaimana nasib perhelatan ini jika mereka turut serta. Gerrard sendiri mengakui, bahwa orang Inggris, media Inggris, serta komentatotr an politisinya selalu berbicara berlebihan akan diri mereka. "We talked ourselves up too much", begitu katanya ketika mereka ditekuk Jerman pada piala Eropa sebelumnya.
Saya menonton banyak acara olahraga selama di sini. Tak seperti di Indonesia, ketika sepakbola menjadi satu-satunya tontonan favorit. Ada rugby, golf, tennis, cricket, renang, atletik dan dart, yang ternyata juga menjadi bagian dari olahraga dunia. Terbukti, semua olahrag itu punya piala dunia masing-masing. Tapi tentu saja, cuma sepakbola yang menjadi tontonan paling menarik bagiku. Bahkan konser Coldplay di BBC Three tak cukup mencuri perhatianku untuk mengalihkan pandangan dari pertandingan perdelapan final di BBC one.
Kembali ke piala Eropa, tim jagoan saya Portugal tak berhasil mencapai puncak dengan generasi emasnya. Mereka toh tak bisa berkutik ketika dihadapkan pada tim dengan mental juara yang kental seperti Jerman. Tapi sekali lagi, tak mengapa. Saya akhirnya terhibur dengan Turki, yang semua orang seperti sepakat menjadikannya tim paling hebat. Mereka begitu mencintai apa yang mereka lakukan, hingga ungkapan klise bahwa pertandingan baru usai ketika peluit panjang berbunyi seperti mendapatkan momentumnya. Seorang kawan punya komentar sendiri mengenai tim Turki ini. "Andaikan Presiden Indonesia seperti Fatih Terim, tentu kita tidak butuh tentara untuk bicara soal negara. Andaikan pemuda Indonesia seperti para pemain Turki, kita tidak pernah merasa malu meskipun mungkin tidak juara", begitu katanya.
Tim paling sial siapa lagi jika bukan France. Mereka seperti sekumpulan hantu yang tak jelas ingin membuat tim lawan takut atau terbahak. Mereka perlu ganti generasi, dan yang tua, tak lagi mengambil jatah generasi baru.
Begitulah, pesta akbar itu telah berakhir. Kita yang hanya menyaksikan lewat layar tivi telah menjadi saksi betapa kameramen dan produser tivi telah membuat sebuah dunia baru bagi kita. Merekalah yang kemudian membangun cerita dan drama bagi kita. Tapi sekali lagi tak mengapa, toh mereka telah menghibur dan menemani waktu saya melewati petang dengan beragam drama. Setelah pesta ini usai, hidup harus kembali lagi. Tentu, tidak dengan meninggikan diri berlebihan seperti pesan Gerrard.
No comments:
Post a Comment