Alhamdulillah acara barbeque party kemarin lancar, meski ramalan BBC menyatakan bahwa hari itu akan hujan bercampur salju. Meski tak percaya, tiba-tiba saya merindukan sosok pawang hujan, kalo perlu cari pawang salju. Tapi untunglah, kali ini weather forecast BBC sedikit melenceng. Walau sempat turun salju selama satu menit (iya, cuma semenit), setelah itu cerah kembali mewarnai langit.
Bersama student dan masyarakat Indonesia lainnya yang ada di Birmingham, kami bakar-bakar sate ayam, ikan dan kambing. Lumayanlah, untuk sekedar mengobati kenangan terhadap makanan-makanan indo yang sejak lama tak tersantapi. Pengalaman soal makanan indo ini juga yang menjadi pengalaman saat mengawal kehamilan istri. Mulai dari sekedar jagung bakar, coto, hingga putu cangkiri, kue khas daerah yang memang menggoda selera itu.
Kembali ke acara BBQ, bagian yang paling seru tak lain adalah sesi untuk anak-anak. Lomba mewarnai dan menggambar, ini yang paling layak dilaksanakan, takut jika mereka terlalu banyak di luar ruangan dengan udara dingin yang cukup menusuk. Yang menarik, tak ada satupun gambar mereka yang khas gambar anak-anak Indonesia, meski mereka semua masih orang Indonesia asli dan paling tidak pernah ke Indonesia. Khas? yah, saya ingat ketika kecil kami (ah, yang benar, saya) selalu menggambar dengan pola yang hampir seragam, gunung dengan matahari di tengahnya, burung-burung yang menggambarnya cukup dengan menulis huruf 'W' dengan terbalik. Ada juga sawah dan sepetak jalan di tengahnya. Jalannya ini bisa berliuk kadang juga lurus menuju ke tepi gunung. Sesekali saya tak lupa memberi tiang listrik di tepi jalan dan garis terputus-putus pada bagian tengah jalan. Bu guru mengkategorikan gambar ini dalam klasifikasi gambar pemandangan.
Nah, gambar anak-anak siang itu lebih didominasi oleh gambar robot dan boneka-bonekaan. Instruksi kepada mereka memang menggambar dengan tema bebas. Meski begitu, saya berharap ada yang menggambar pemandangan. Tapi yah, robot dan boneka panda yang muncul. Saya lalu menyebutnya realis dan futuristik, ini mungkin cara aman dan "seenaknya" untuk mendefinisikan gambar-gambar itu. Realis karena begitulah, tak ada sawah dan gunung yang mereka saksikan disini. Tak ada tiang listrik, juga tak ada pohon pisang. Futuris, robot itu yang menjadi bahan tunjuk. Benar-benar seenaknya dan sekenanya, kan?
Membandingkan jaman saya dengan jaman mereka tentu tak patut. Sekarang saja, saya tak yakin jika anak-anak Indonesia masih menggambar pemandangan seperti pola seragam yang saya miliki. Apalagi memang tak ada lagi sawah dan gunung yang bisa digambar. Kalau tak tertutup lumpur dan banjir, pasti sudah berubah menjadi ruko atau mall. Tiang-tiang listrik sudah tak ada, berganti menara seluler perusahaan-perusahaan telekomunikasi yang tak berhenti membodoh-bodohi konsumennya.
Saya lalu berpikir untuk menggambar lagi "pemandangan" seperti tahun-tahun pertama saya di taman kanak-kanak. Tapi kali ini saya akan menambahnya dengan robot dan boneka panda yang asyik menikmati buah pisang di tepi sawah yag letaknya tak jauh dari lereng gunung.
Benar-benar (un)realistic dan futuristik...
No comments:
Post a Comment