ini masih soal prajabatan kemarin. selama disana, kami punya seorang ibu, atau tepatnya yang kami posisikan sebagai ibu. usia yang lumayan diatas rata-rata peserta lainnya, erphatian dan tutur yang santun membuat kami sepakat untuk memberinya posisi itu. kami memanggilnya "Bunda". selain ketua kelas yang sangat perhatian dan disiplin, ia juga menjadi kawan berbincang yang menyenangkan. perhatiannya merata untuk semua "anak-anak"nya. mulai dari kelengkapan tugas, kedisiplinan sampai perhatian soal kondisi tubuh.
satu hal yang membuat saya betul-betul kagum padanya adalah bahwa ke"rela"annya untuk mengikuti seluruh kegiatan dan tugas yang diembankan padanya dengan sepenuh hati. termasuk mengikuti perintah dari instruktur dalam kegiatan baris-berbaris, misalnya.
jujur, aku ak sepenuhnya mampu. bayangan menjadi senior ketika mahasiswa dulu, perlakuan yang heroik dan cenderung mendominasi, membuatku merasa jengah dan muak ketika mendapatkan instruksi. sepertinya aku tak rela jia merdeka yang selama ini kumiliki diinjak oleh mereka yang dalam pikiranku tak lebih baik daripada aku atau peserta lainnya.
tapi sekali lagi itulah hebatnya bunda. tak ada ungkapan protes atau cacian yang keluar dari mulutnya. sementara kami, tak terbendung sumpah serapah dan celaan ketika waktu istirahat atau saat pemateri dan instruktur tak berada dekat dengan posisi kami.
sekilas kita dengan mudah menuduhnya sebagai orang yang tidak punya kepribadian, seperti Rangga yang menilai Cinta tak punya itu ketika dihadapkan pada pilihan untuk bersama kawannya menonton konser. tapi saya melihat itulah kepribadian sesunngguhnya. menerima bukan berarti takluk dan diam, tapi melihatnya dalam binbgkai proses. perlawanan tentu tak begitu saja surut, sebab kutahu ia adalah salah satu "pahlawan kemausiaan" yang sejati. meski minim populariotas dan sokongan dana, ia tetap dalam jalur mencapai harkat sesungguhnya dari manusia, menjadi bermanfaat bagi mahasiswa lain dan kemanusiaan itu sendiri.
aku punya bunda satu lagi. kalau yang ini dari sisi usia agak relatif muda, meski terbilang tua jika ukurannya adalah usia saya. wajahnya masih menyisakan kecantikan dan kemolekan tubuhnya, yang belum juga "aus". wawasan dan pengetahuan yang mumpuni terlihat jelas ketika melihat dan membaca posisi kerjanya selain PNS.
meski sebenarnya aku lebih tepat sebagai adiknya, aku tetap juga memanggilnya bunda. dan ia tak keberatan. apalagi perhatiannya yang tulus kepadaku. sifat keibuannya juga terbuncah kepadaku, meski sepintas (dan aku rasa ia juga begitu) terlihat sebagai hal yang biasa-biasa saja.
menyenangkan dan mengharukan, itu gambaranku ketika satu persatu peserta yang kebanyakan memakai koper seperti model koper peserta AFI, keluar dari asrama. terkesan berlebihan dan childish memang. tapi aku berharap, mereka tetap menjadi bunda bagi siapa saja, dengan segala cita-cita dan harapannya.
No comments:
Post a Comment