Peningkatan GDP di banyak negara termasuk Indonesia, telah membuat efek positif yang luar biasa. Ini mengindikasikan pula terjadinya peningkatan kesejahteraan, perubahan pola konsumsi serta standar hidup yang meningkat. Hal kecil yang bisa kita lihat sebagai efeknya adalah meningkatnya tingkat konsumsi banyak dari kita. Peningkatana jumlah konsumsi berimplikasi pula pada peningkatan jumlah sampah.
Jika di banyak negara, khususnya negara maju melihat ini sebagai sebuah ancaman di masa datang, tidak demikian yang terjadi dengan negara berkembang, termasuk Indonesia. Sampah masih dianggap 'biasa-biasa' saja, untuk tidak mengatakannya tidak berbahaya dan bukan ancaman sama sekali.
Tak jauh dari rumah saya, ada tanah lapang. Nah, karena tidak ada penampungan sampah sementara yang disediakan oleh pihak developer, maka tanah lapang yang dulunya betul-betul lapang itu, mendadak menjadi tempat pembuangan sampah. Parahnya, ini tidak hanya terjadi di dekat rumah saya, tapi juga di sekitar rumah yang posisinya di pojok dan ada tanah kosong di sekitarnya.
Saya pernah memasang papan pengumuman, bahwa dilarang membuang sampah di sekitar tanah lapang itu. Tentu, tak perlu pakai kosakata 'terlarang' sebagaimana banyak dijumpai di daerah terlarang buang sampah. Mungkin mereka yang pasang itu sudah frustasi berat dengan sampah yang makin menggunung. Tak sampai seminggu, papan itu hilang tanpa jejak.
Kembali ke kasus saya, sampah yang dibuang pun bukan sampah kering. Banyak diantaranya sisa-sisa makanan, dan yang pasti, plastik. Tak habis pikir saya betapa plastik ini makin banyak menyertai perjalanan hidup kita. Mulai dari kemasan sabun, sampo, hingga plastik kresek untuk belanjaan dan bungkus makanan.
Ke depan, pemakaian plastik harusnya dikurangi. Selain karena jenis ini sangat sulit untuk diuraikan oleh tanah, efek bagi kesehatan juga banyak. Saya tak tahu pasti efeknya apa, tapi yang saya ingat, lebih banyak negatifnya. Untuk bisa mengurangi, banyak cara yang bisa dilakuka. Dengan tidak meminta tas plastik untuk barang-barang yang bisa dibawa dengan tangan, atau dengan menggunakan tas serta plastik bekas. Untuk lebih menekan, pemerintah perlu membuat regulasi yang mengharuskan toko dan supermarket untuk menekan penggunaan plastik. Bisa juga dengan mengenakan bayaran kepada konsumen jika tetap meminta plastik.
Sekarang mungkin masih banyak tanah lapang, meski tak lagi luas, yang bisa jadi tempat pembuangan sampah. Saya tak yakin ke depan, akan terus bertahan seperti ini. Apalagi, bau sampah dan juga sisa kotoran yang dibuang dekat rumah saya, makain lama makin membuat tak nyaman. Mungkin saatnya saya harus memasang papan larangan membuang sampah yang baru, kali ini dengan kata yang lebih keras lagi.
No comments:
Post a Comment