Mendekati Cristmast saat ini, saya lalu teringat saat-saat lebaran di tanah air. Bukan suasana religiusnya yang kumaksud, tapi suasana lain. Apa itu? Belanja.
Ya, belanja. Rupanya kekuatan capital telah mengubah cara pandang banyak orang (termasuk saya) dalam memaknai ibadah. "Lebaran Sale", "Jadikan Lebaran Anda lebih Berkesan", adalah sekedar contoh dari kekuatan itu untuk mengajak kita tentang bagaimana memaknai lain lebaran. Jadilah saya menjadi suntuk dan ngambek saat kecil dulu tidak dibelikan pakaian lebaran. Sampai mengancam tidak akan puasa segala. Untungnya, bapak dulu sangat "kikir" untuk urusan--yang menurutnya mubazir--seperti ini. Baginya, lebaran dan baju baru tidak punya korelasi positif.
Nah, menyambut Cristmast pun, kekuatan itu menunjukkan rupanya yang luar biasa. Semua toko berlomba memajang patung santa di depan pintu masuk toko mereka. Belum lagi hiasan pohon natal yang besarnya luar biasa, lengkap dengan kerlap-kerlip lampunya. Soal diskon, jangan ditanya. Cristmast sale dan semacamnya menjadi hal yang lumrah. Ada bahkan toko yang "mengklaim" bahwa tokonya adalah tempat santa berbelanja. "xxx, where all Santas shop".
Reaksi untuk ini pun bukannya tidak ada, namun tetaplah tidak seramai dengan iklan dan seruan untuk memaknai natal dengan cara yang berbeda. Media juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kekuatan "lain" itu.
Tapi pagi tadi saya baca satu artikel yang menyoroti hal ini. Ada semacam parade pendapat yang semuanya mengkritisi cara ber-natal ini. Kaum sekularis menyebutkan bahwa sudah saatnya untuk mengembalikan natal kepada natal yang sesungguhnya dan merayakannya dengan cara-cara traditional sebaimana dulu dilakukan di Roma, tepatnya in ancient Rome. Saat itu cristmast disebut sebagai Saturnalia, dimana festival traditional dilakukan setelah mereka melakukan ibadah di gereja. Festival ini pun jauh dari kesan hedon, sebagaimana biasanya dilakukan sekarang.
Kaum anti-capitalist juga tak ketinggalan. Mereka mengkritisi Cristmast lebih kepada perayaannya yang terkesan berlebihan dan malah jauh dari sifat dasar cristmast itu sendiri. Menurut mereka, being anti capitalist does not exclude you from being Cristian or any faith. But there is pressure being put on people to spend, spend, spend at this time of year. Shops are under pressure to sell and people are under pressure to buy. Begitulah hukum belanja, bung..
Ada pula kaum anti-symbolist yang sangat sesak dengan makin banyaknya simbol-simbo kosong yang menyertai hidup kita. Sama dengan di Indonesia, dimana pemerintah-pemerintah daerah lebih sibuk menjual image dengan perda syariat islam daripada mengurusi sekolah-sekolah yang rusak dan orang-orang miskin yang tak tahu apakah besok mereka akan makan atau tidak. Kaum ini merasa mereka tidak bisa lari, setidaknya dalam 2 bulan terakhir, tanpa dibombardir dengan orang tua berpakaian merah serupa Santa, yang menurut mereka hasil rekaan Coca Cola. Parahnya, Santa ini bukannya memberikan hadiah malah mengajak orang untuk makin rajin menggesek debit dan credit card mereka.
Lalu, bagaimana selanjutnya? Laporan kahir tahun perusahaan-perusahaan tentu saja menunjukkan lonjakan berarti dari sisi penjualan mereka. Itu untuk generalisasi saja, meski banyak juga yang bangkrut karena tak mampu bersaing untuk membujuk.
Saya hanya tahu, sungguh sulit untuk lari dari kata ini, "Sale". Entah itu saat lebaran--dimana keramaian di Mall jauh lebih tinggi daripada di mesjid saat mendekati akhir ramadhan--atau pun saat Natal seperti ini.
Selamat berbelanja..
2 comments:
Doel, klo saya dan David malah menghindar dari shopping center selama "sale rush" menjelang natal. Cari spot parkir susah, mana lagi macet minta ampun, antrian di kasir... whoooaaa!!! mending tinggal di rumah nonton DVD dan tunggu kiriman hadiah yang bejibun dari mertua (hahaha!!! *kalasi mode on*, baru kita ndak bagi-bagi hadiah :P). Di lingkungan tempatku tinggal, cuma rumah kami yang tidak berhias lampu-lampu dan hiasan khas natal. Kemarin ditawari sama tetangga untuk pasang wreath dengan tanaman holly khas Christmas, ditolak dengan halus sama David... dia bilang sambil senyum, "Oh, thanks, but we don't celebrate christmas".
Anyways, enjoy your holidays... and happy shopping (shop 'till you drop), hee hee
benar.. persoalan duniawi kadang membuat mata kita tertutup, dan susah untuk membukanya lagi
Post a Comment