Tak seperti banyak diperkirakan orang, peraih Nobel Perdamaian untuk tahun ini jatuh ke tangan orang tidak terkenal dan tidak pernah diperhitungkan sebelumnya. Muhammad Yunus, seorang professor Bangladesh dan pendiri dari Bank Grameen. Ia dan Bank yang didirikannya mendapatkan apresiasi luar biasa terhadap upaya mereka membantu masyarakat miskin keluar dari himpitan hidup. Setelah menuntu ilmu di Amerika, ia kembali ke negaranya dan membuat konsep pemberdayaan dengan model microcredit. Terbukti, model ini berhasil dan memberi dampak yang luas bagi pengembangan masyarakat di Bangladesh.
"Every single individual on earth has both the potential and the right to live a decent life. Across cultures and civilizations, Yunus and Grameen Bank have shown that even the poorest of the poor can work to bring about their own development," begitu kutipan dari komite Nobel dalam surat penghargaannya.
Konsep bank yang memberikan bantuan untuk masyarakat miskin ini sangat sederhana dan tanpa jaminan. Microcredit is the extension of small loans, typically US$50 to US$100, to entrepreneurs too poor to qualify for traditional bank loans. Ini tentu saja menjadi penolong bagi masyarakat miskin yang tak memiliki akses untuk mendapatkan pinjaman dari bank konvensional, yang di Indonesia kucuran kreditnya lebih banyak untuk kredit konsumsi daripada kredit yang memberikan nilai tambah seperti kredit usaha.
Akan halnya dengan Yunus, seorang ekonom yang bisa saja meniti karier bagus di universitasnya (ia mengajar di Universitas Chittagong, daerah selatan Bangladesh) dan kemudian "nyambi" sebagai konsultan dan bukan tidak mungkin berkarier politik, yang di Indonesia rasanya sudah lumrah. Ia merasa bertanggung jawab terhadap ilmu ekonomi yang dimilikinya, dengan setumpuk teori yang kemudian tak memberi dampak apa-apa terhadap masyarakat miskin di sekitarnya.
"Nothing in the economic theories I taught reflected the life around me. How could I go on telling my students make believe stories in the name of economics? I needed to run away from these theories and from my textbooks and discover the real-life economics of a poor person's existence," begitu katanya.
Apa yang dilakukan Yunus adalah sebuah revolusi dari cendekiawan dan akademisi dalam memaknai tanggung jawabnya. Ketika yang lain masih membertimbangkan jalur-jalur populis dalam berkontribusi, Yunus lebih memilih kerja dalam diam. Menjadi seperti Yunus, tentu tak mudah. Apalagi gambaran masa depan yang makin konsumtif membuat hati kadang oleng. Lalu, akan kemanakah saya kelak?
No comments:
Post a Comment