Tuesday, October 25, 2005

Kehilangan

"Tak ada yang mencintaimu setulus kematian"

Sebuah pesan singkat terkirim kepadaku, isinya mengabarkan kematian seorang kawan. Meski tidak begitu dekat, tapi aku mengenalnya. Dan aku mengenalnya sebagai pribadi yang baik, tak banyak bicara dan selalu menyiratkan semangat untuk belajar. Ini bukan hanya karena aku diajarkan untuk mengenang seseorang yang telah tiada dengan seluruh kebaikannya belaka, tapi begitulah gambaran ringkasku terhadap almarhum.

Selang sehari sebelumnya, teman sekosku juga mendapat musibah. Ayahnya meninggal karena penyakit akut yang telah lama dideritanya. kesedihan, tentu saja seporos dengan kematian ini..

Kematian memang bisa bicara banyak, tentu saja dengan berbagai isyaratnya. Tapi panggilan tuhan tentu tak bermakna tunggal. Kematian bisa membiaskan sesuatu yang merendah-hinakan manusia, atau mungkin juga sesuatu yang mendegradasikan hidup. Itu bisa kita lihat ketika seseorang menghabisi nyawa orang lain, dengan alasan apapun. Bahkan di negara yang mengaku beragama ini, membunuh dengan nama tuhan menjadi sesuatu yang heroik.

Namun kematian tentu saja dapat juga berbicara tentang sesuatu yang luhur. Kata mereka yang saleh, kematian adalah nasehat yang paling diam. Tentang sesuatu yang menyebabkan kita bergumam kagum dan takluk dengan kebesaran kekuatan yang agung, Tuhan.

Untuk merekalah air mata kita tumpahkan. Perpisahan kemudian menjadi sesuatu yang mempekurkan. Semoga kematian mereka, memberikan pelajaran tentang bagaimana lebih menghargai hidup, sesuatu yang dijalani namun tak pernah bisa dikira likunya. Ya, kematian yang baik, kematian yang memberikan ilham bagi hidup yang lebih baik...

Allahummagfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu..

Wednesday, October 19, 2005

Extraordinary People

There are two kinds of heroes. Heroes who shine in the face of great adversity, who perform an amazing feat in a difficult situation. And heroes who live among us, who do their work unceremoniously, unnoticed by many of us, but who make a difference in the lives of others.(SBY, Time October 2005)

Ketika bertemu dengan seluruh Fellow Ellect Ford Foundation, ada rasa minder dalam diri ini. Luar biasa, begitu paling tidak yang kurasa ketika mendengar dan mengetahui asal dan kerja-kerja mereka. Meski tak sedikit yang "biasa-biasa" saja seperti diriku, namun yang luar biasa bukan berarti tidak ada.

Bayangkan, ada seorang guru SMP yang mengajar di pedalaman kalimantan.Julius, begitu biasa kami memamnggilnya. Untuk mencapai daerah tempatnya mengajar, dibutuhkan waktu sekurang-kurangnya dua hari dua malam, dengan asumsi tidak ada cuaca buruk dan hujan yang membuat deras aliran sungai sehingga tak dapat diairi oleh kapal-kapal penyeberangan. Menyeberang sungai, melalui jalan darat selama hari, kemudian dilanjutkan lagi dengan menyebrang sungan dengan kapal yang lebih kecil. Itu pun masih ditambah dengan perjalanan darat dengan medan yang berat. Muridnya pun tak seberapa, hanya sekitar lima puluh siswa. meski begitu, semangatnya untuk mengabdi tak menyurutkan langkahnya meski godaan untuk pindah ke kota yang lebih besar selalu datang menghantui.

Yang lain, ada seorang aktivis LSM yang bergerak dalam bidang pengembangan orang-orang cacat. Namanya Joni. Sebagai pengurus, kondisinya tak jauh beda dengan yang ia urusi. Ia seorang tunanetra, namun semangatnya untuk belajar dan berbagi membuatnya tak pernah mundur untuk sekedar mengharap iba dan belas kasih. Tak seperti kebanyakan aktivis LSM yang agak "mapan" baik dari segi penampilan maupun gaya bicara, ia mengaku hanya seorang anak muda dari desa yang kebetulan dapat menyelesaikan kuliah, ini yang selalu dikatakannya jika kami bertanya kepadanya. Baginya, buta tak harus menjadi penghalang untuk pintar. Ia pun tak setuju jika kebutaan mereka dijadikan alasan untuk mengasihani dan berbagi iba. Tidak. Baginya, cara yang lebih patutu adalah dengan memberikan jalan dan kesempatan untuk mereka berkembang dan tahu bagaimana berangkat dengan keterbatasan untuk menuju jalan setapak masa depan.

Melihat mereka, aku sepeerti menemukan pahlawan. Ya, pahlawan. Jika aku jadi mereka, mungkin tak ada harapan dengan tantangan yang tidak sedikit, seperti yang mereka hadapi. Mereka adalah pahlawan dalam kesenyapan dan jauh dari gegap gempita layaknya mereka yang berlaku "seolah" pahalawan. Yang kedua ini lebih sering memanfaatkan cara-cara pasar agar mereka lebih marketable dan melunturkan cita rasa kepahlawanan.

So what is a hero? Who is a Hero? Ah, melihat mereka saja, membuatku merasa tak perlu berdefinisi dan bermain dengan jargon-jargon. Tapi ada kesamaan dari orang seperti Julias dan Joni, love. Ya, kecintaan mereka terhadap pendidikan dan kecintaan kepada kemanusiaan membuat Julius rela berjauh-jauh dari istrinya untuk mengajar di pedalaman kalimantan. Itu pulalah yang membuat Joni rela menjadikan kediamannya sebagai tempat belajar kawan-kawan senasib. Tanpa harus berkoar tentang apa yang mereka telah lakukan, semuanya jalan dan tanpa beban. Jangan tanya bagaimana mereka bertahan, sebab funding dan proses penyerahan proposal meminta bantuan, tak pernah terpikirkan.

Yah, mereka adalah orang-orang biasa dengan aksi yang luar biasa..Ordinary people performed extraordinary acts..

Wednesday, October 05, 2005

harapan ramadhan

menjalankan puasa berarti tak makan dan tak minum, mungkin sampai taraf itu aku memaknai ramadhan. praktis belum ada lompatan-lompatan berarti dalam menjalankan ibadah ini. meski dalam beberapa kesempatan kutahu, "Ramadahan adalah bulan di mana orang-orang beriman selalu menantikan kedatangannya. Ibarat seorang kekasih, selalu diharap-harap kehadirannya karena rindu. Rasanya tak ingin berpisah walau sedetik. Begitulah Ramadhan, sebagaimana digambarkan sebuah hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah, Nabi SAW bersabda " Seandainya tiap hamba mengetahui apa yang terkandung dalam Ramadhan, maka ia bakal berharap satu tahun itu ia puasa terus".

how about me? ah, rasanya aku belum sampai pada tahap itu. meski begitu, ramadhan tetaplah punya makna dan arti tersendiri, paling tidak bagi masing-masing kita. meski bukan yang pertama kali, ramadhan di kampung orang tetaplah pengalaman yang tidak begitu mudah.
entah mengapa tiba-tiba aku menjadi melankolis (ini istilah teman sekos yang mengejekku). aku tiba-tiba ingat sosok ayahku, betapa aku sering mengingat dan mengenangnya dengan cara yang tidak pantas. bagaimana aku mengingatnya, namun jarang menyertakan pesan dan amanahnya. ah, terlalu panjang daftar yang bisa dibuat.

tapi yang jelas, semoga ramadhan kali ini memberikan magfirah dan berkahnya menyertai hidup kita. paling tidak, aku bisa mengenangnya dengan cara yang lebih pantas, dengan terus mengingat pesan dan menjalankan amanahnya. amiiin.

Saturday, October 01, 2005

Naik

Tidak tepat pukul 00.00 wib, pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga bbm. tak seperti dugaan banyak orang, harga yang dimunculkan kemudian adalah harga yang tidak bisa dipercaya. kenaikan harga yang lebih dari 100%, sebuah kebijakan yang entah berpihak kepada siapa. tapi, who care?

pagi hari, kebetulan libur dan saat yang tepat untuk mencari infromasi di tengah keterbatasan waktu karena kursus dan perjalanan yang sangat menyita waktu. tujuan hari ini, aminef, pusat infomrasi pendidikan amerika serikat. sebelum naik angkot, saya bertanya dalam hati, berapakah kira-kira ongkos yang harus dibayar hari ini? satu yang pasti, jangan harap sama dengan bayaran kemarin.

seorang penumpang turun. dari parasnya ia bertekstur batak dan keras, pasti. ia membayar ongkos seribu rupiah, sama dengan jumlah ongkos untuk hari sebelumnya. sontak sang sopir meminta tambahan ongkos dengan alasan bbm naik. kaget saya mendengar jawaban penumpang itu, "tak ada urusan dengan bbm, pokoknya saya bayar sesuai denga tarif resmi, emang sudah ada tarif resmi?'", tanyanya sambil langsung berpaling dan berjalan seolah tidak ada salah dari ucapannya.

hari memang masih pagi, tapi siapakah gerangan yang bermimpi keluar rumah untuk merugi seperti sopir itu?