There are two kinds of heroes. Heroes who shine in the face of great adversity, who perform an amazing feat in a difficult situation. And heroes who live among us, who do their work unceremoniously, unnoticed by many of us, but who make a difference in the lives of others.(SBY, Time October 2005)
Ketika bertemu dengan seluruh Fellow Ellect Ford Foundation, ada rasa minder dalam diri ini. Luar biasa, begitu paling tidak yang kurasa ketika mendengar dan mengetahui asal dan kerja-kerja mereka. Meski tak sedikit yang "biasa-biasa" saja seperti diriku, namun yang luar biasa bukan berarti tidak ada.
Bayangkan, ada seorang guru SMP yang mengajar di pedalaman kalimantan.Julius, begitu biasa kami memamnggilnya. Untuk mencapai daerah tempatnya mengajar, dibutuhkan waktu sekurang-kurangnya dua hari dua malam, dengan asumsi tidak ada cuaca buruk dan hujan yang membuat deras aliran sungai sehingga tak dapat diairi oleh kapal-kapal penyeberangan. Menyeberang sungai, melalui jalan darat selama hari, kemudian dilanjutkan lagi dengan menyebrang sungan dengan kapal yang lebih kecil. Itu pun masih ditambah dengan perjalanan darat dengan medan yang berat. Muridnya pun tak seberapa, hanya sekitar lima puluh siswa. meski begitu, semangatnya untuk mengabdi tak menyurutkan langkahnya meski godaan untuk pindah ke kota yang lebih besar selalu datang menghantui.
Yang lain, ada seorang aktivis LSM yang bergerak dalam bidang pengembangan orang-orang cacat. Namanya Joni. Sebagai pengurus, kondisinya tak jauh beda dengan yang ia urusi. Ia seorang tunanetra, namun semangatnya untuk belajar dan berbagi membuatnya tak pernah mundur untuk sekedar mengharap iba dan belas kasih. Tak seperti kebanyakan aktivis LSM yang agak "mapan" baik dari segi penampilan maupun gaya bicara, ia mengaku hanya seorang anak muda dari desa yang kebetulan dapat menyelesaikan kuliah, ini yang selalu dikatakannya jika kami bertanya kepadanya. Baginya, buta tak harus menjadi penghalang untuk pintar. Ia pun tak setuju jika kebutaan mereka dijadikan alasan untuk mengasihani dan berbagi iba. Tidak. Baginya, cara yang lebih patutu adalah dengan memberikan jalan dan kesempatan untuk mereka berkembang dan tahu bagaimana berangkat dengan keterbatasan untuk menuju jalan setapak masa depan.
Melihat mereka, aku sepeerti menemukan pahlawan. Ya, pahlawan. Jika aku jadi mereka, mungkin tak ada harapan dengan tantangan yang tidak sedikit, seperti yang mereka hadapi. Mereka adalah pahlawan dalam kesenyapan dan jauh dari gegap gempita layaknya mereka yang berlaku "seolah" pahalawan. Yang kedua ini lebih sering memanfaatkan cara-cara pasar agar mereka lebih marketable dan melunturkan cita rasa kepahlawanan.
So what is a hero? Who is a Hero? Ah, melihat mereka saja, membuatku merasa tak perlu berdefinisi dan bermain dengan jargon-jargon. Tapi ada kesamaan dari orang seperti Julias dan Joni, love. Ya, kecintaan mereka terhadap pendidikan dan kecintaan kepada kemanusiaan membuat Julius rela berjauh-jauh dari istrinya untuk mengajar di pedalaman kalimantan. Itu pulalah yang membuat Joni rela menjadikan kediamannya sebagai tempat belajar kawan-kawan senasib. Tanpa harus berkoar tentang apa yang mereka telah lakukan, semuanya jalan dan tanpa beban. Jangan tanya bagaimana mereka bertahan, sebab funding dan proses penyerahan proposal meminta bantuan, tak pernah terpikirkan.
Yah, mereka adalah orang-orang biasa dengan aksi yang luar biasa..Ordinary people performed extraordinary acts..
No comments:
Post a Comment