Setiap perjumpaan, selalu menyertakan sebuah harapan, namun kadang juga perpisahan. begitulah adagium lama untuk menggambarkan sebuah persuaan.
hari ini, betapa pun sedihnya, toh aku harus menghadapi kondisi ini, akhirnya. sebuah persuaan (yang tentu saja bukan tidak disengaja), dengan segala hambatan dan cemoohan, dengan segunung harapan besar yang mengawalinya, harus berhenti.
begitulah, tapi hidup terus berjalan. sebab, diam dan coba menghibur diri adalah penghianatan (bukankha ini juga menghibur namanya?). masih kuingat waktu belajar naik sepeda dulu. jatuh, bangun, kemudian jatuh untuk bangun kembali. tapi kenapa kini aku seperti tidak bisa bangun lagi?
atau mungkin aku butuh sosok pamanku dulu, yang selalu mengejekku bila terjatuh dan aku menangis. "anak lelaki tak pantas untuk menangis," begitu katanya. dimanakah, kau paman?
No comments:
Post a Comment