Saturday, June 29, 2013

Borgen—Semacam Review

Selama ini saya tak tahu jika Denmark ternyata melahirkan beberapa serial yang menarik dan menyita perhatian. Satu yang saya tahu kini adalah serial Borgen. Bukan serial percintaan atau thriller, genre yang banyak diproduksi Hollywood, tapi ini adalah drama serial politik. Genre ini menjadi menarik di tengah pilihan terbatas dari Hollywood sana. Tentu, ada konflik, dan percintaan juga di sini. Rumus seperti ini sudah jadi rumus kunci kayaknya dalam setiap serial. Untungnya, bumbu ini tidak terlalu mendominasi.

Di Australia, serial ini baru diputar tahun ini. Di beberapa Negara Eropa, serial ini sudah tuntas tayang sejak beberapa tahun lalu. Dan menurut beberap review yang say abaca, serial ini berhasil menarik perhatian, terutama di Inggris.

Awalnya saya tak begitu perhatian. Saat nonton season pertama, seingat saya saat itu pas lagi makan malam dan lagi malas ganti chanel tivi. Tapi saat menyaksikannya, kayaknya bagus dan terbukti, serial ini memang sangat bagus. Paling tidak dalam penilaian saya. Sekarang sudah season 10, dan saya masih terus tak sabar menanti season berikutnya.

Serial politik ini berbicara tentang dinamika politik di Denmark. Dalam kehidupan nyata, sebenarnya tak banyak berita tentang Denmark dan dunia politiknya. Beberapa hal tentang Denmark yang saya tahu adalah tentang Bulutangkis dan sepakbolanya. Entah karena politik yang stabil, sebagaimana negara Skandinavia lainnya, tapi yang pasti memang dunia politik Denmark jarang dapat pemberitaan.

Adalah Birgitte Nyborg, diperankan oleh aktris Denmark Sidse Babett Knudsen, tokoh utama dalam serial ini yang juga berperan sebagai Perdana Mentri Denmark. Perdana Menteri wanita pertama dalam sejarah politik Denmark. Ia memimpim pemerintahan federal Denmark. Sebelum terpilih jadi perdana menteri, ia merupakan ketua partai Moderat di Denmark. Ke kantor, ia selalu bersepeda dan tidak jarang ngopi di café selayaknya orang biasa. Beberapa tokoh penting lain juga ada, tapi favorit saya adalah Katrine Fønsmark, diperankan oleh aktris cantik Denmark, Birgitte Hjort Sørensen. Ia sosok jurnalis idealis yang rela memutuskan pacaranya yang instruktur fitnes karena tak tahu siapa nama menteri hukum.

Konflik dalam pemerintahan juga ditampilkan dalam serial ini, termasuk tentang konflik pribadi dari perdana menteri yang berakibat hubungan rumah tangganya jadi tidak harmonis. Untuk menghindari konflik kepentingan, suami sang perdana menteri diminta untuk tidak mengambil jabatan yang bisa dianggap memanfaatkan posisi istrinya sebagai pemimpin pemerintahan. Awalnya scenario ini berjalan mulus. Suami perdana menteri tetap memilih menjadi dosen di sekolah bisnis di Copenhagen. Namun ini tak bertahan lama. Setelah menolak beberapa kali untuk mengisi jabatan eksekutif di beberapa perusahaan multinasional, kali ini iya tak bisa menolak lagi.

Pemberontakan dari sang suami sebenarnya bukan karena pertimbanga finansial semata. Menjadi suami perdana menteri, membesarkan dua orang anak, tentu pekerjaan berat baginya. Belum lagi ia seperti tak mendapatkan istri dan ibu bagi anak-anaknya. Kesibukan, dan urusan kenegaraan menyita waktu bagi keluarga, termasuk pengorbanan sang suami untuk urusan ranjang yang selalu tertunda.

Konflik tentang gender ini memang pas dengan kondisi politik di Australia. Entah mengapa, saat season 10 yang mengisahkan tentang konflik di pemerintahan dan rumah tangga sang perdana Menteri, tepat beberapa saat sebelum akhirnya Julia Gillard berhenti sebagai perdana menteri Australia. Sebuah ketidak-sengajaan memang, tentu saja.

Meski hanya fiksi, Borgen ini menunjukkan realitas politik sesungguhnya. Permainan politik yang cenderung kotor, politisi yang selalu berusaha mendapatkan keuntungan dari kebijakan Negara, hingga konflik personal dan rumah tangga yang muncul dari akibat aktifitas politik. Semuanya disajikan dengan apik. Satu hal yang menyesakkan, contoh-contoh baik yang disajikan disini, tentang upaya menghindari konflik kepentingan dan penolakan terhadap keinginan mengambil keuntungan pribadi dari duit Negara, sayangnya masih sebatas imajinasi. Berita-berita politik negeri, masih tak jauh dari kisah seperti ini. Untuk sementara, menonton serial Borgen ini sudah cukup..

Photo credit: freeproject.eu

No comments: