Tuesday, December 20, 2011

Raja Punya Taman



Weekend kemarin mendapat tugas menemani beberap tamu dari Makassar. Bukan tamu sesungguhnya, tepatnya kawan. Ya, saat diperantauan, maka setiap orang yang datang dari kampung selalu dianggap kawan bahkan keluarga.

Nah, mereka, tiga orang dosen dari Politani yang ke Perth untuk tujuan short course. Urusan pelatihan tentu ditangani oleh universitas, namun urusan jalan-jalan, maka kami semua di sini berbagi peran. Nah, weekend kemarin giliran saya dan pak Ferdy. Kami berdua mengantar ke pusat perbelanjaan di business district di pusat kota.

Untuk klarifikasi, saya tidak berposisi mengantar, tapi menemani pak Ferdy yang mengantar. Ini karena saya pun orang baru di sini, jadi tidak cukup keberanian untuk menjadi guide.

Yang pertama dan utama, tentu saja belanja. Hampir 5 jam kami menunggu mereka menjajal satu per satu toko yang ada. Lumayan membosankan menunggu itu, tapi karena tugas mulia untuk kawan, maka kami coba menikmatinya. Habis dua cup kopi dan seporsi kebab Turki.

Lepas urusan belanja, kami pun menuju King's Park yang terletak di barat laut Perth. Taman ini berada di atas bukit. Saya pun baru pertama kalinya ke sini. Jadi selain menemani, juga memang beruntung bisa ikut jalan-jalan. Taman ini terdiri dari padang rumput yang luas, kebun, taman makam pahlawan sisa perang dunia dan juga arena publik yang betul-betul dijaga dan bisa dinikmati oleh semua.

Selalu iri melihat fasiltas publik yang betul-betul milik publik. Taman dijaga dengan dana dari pajak yang dibayarkan masyarakat. Makanya, masyarakat menjaga dan berhak untuk menikmatinya. Rasanya, tak perlu menjadi negara maju untuk bisa seperti ini. Untuk kasus Indonesia, perlu banyak yang diperbaiki agar kita pun bisa memiliki fasilitas serupa ini.

Dari atas bukit, kita bisa menyaksikan landmark kota Perth yang terdiri dari gedung-gedung pencakar langit. Kita pun bisa menyaksikan teluk dan perahu layar yang hilir mudik. Sibuk tak hanya di darat, tapi juga di perairan. Mengenai pemandangan itu satu hal, tapi yang membuat saya banyak berfikir adalah bagaimana kondisi ini bisa tercipta. Kesadaran akan sejarah bersanding dengan baik dengan pemanfaatan sumber daya untuk kepentingan bersama. Banyak keluarga yang datang piknik disini. Mereka bermain cricket, sekedar bercanda sampai bbq. Semuanya menikmati dan menjadi alternatif hiburan menarik saat weekend.

Saya kemudian teringat bagaimana Makassar yang mengklaim diri sebagai menjadi kota dunia yang minim fasilitas untuk publik. Ruang publik kemudian hanya diterjemahkan menjadi mall dan pusat perbelanjaan. Tak ada alternatif bagi masyarakat. Mau kemana coba? Musium, taman, tidak pernah mendapat perhatian serius dari pemerintah. Akhirnya pilihan keluarga Indonesia praktis hanya ke mall.

Rasanya, keprihatinan seperti ini masih harus disimpan untuk sekian lama. Melihat prioritas yang ada tidak pernah memasukkan fasilitas publik di urutan pertama. Kasihan..

No comments: