Masih soal bayi, tepatnya Rafi. Banyak sekali yang bisa dicerita soal dia, maklum namanya juga masih dalam sindrom first baby excitement. Umurnya sudah seminggu, dan sekarang beratnya sudah bertambah 200 gram sejak pertama ia lahir. Kata tetangga saya, ia akan tumbuh menjadi besar, lebih dari bapak dan ibunya. Tentu saja, dan semoga saja, begitulah harapan kami. Selain kuat makan, ia juga kuat nangis. Sejurus dengan kuat makannya, kuat pula ia untuk urusan buang hajat.
Tak terbayang rasanya bagaimana mengurus dia jika hanya mengandalkan tenaga kami berdua. Apalagi saya harus membagi pikiran untuk mempersiapkan diri menghadapi final exams. Untunglah, kami memiliki keluarga se-flat dan juga tetangga yang sangat baik hati. Kepada mereka kami berharap ada jeda waktu untuk sekedar istirahat dan melakukan hal-hal lain. Sang tetangga ini saban pagi mampir ke flat, sekedar berbagi kabar dengan Rafi. Seperti cucu sendiri, setiap hari dibelinya pakaian atau mainan untuk si kecil. "Saya tak bisa menahan diri untuk tak membelikan sesuatu buat Rafi", begitu alasannya.
Kepada mereka juga saya dan istri banyak belajar. Hal-hal kecil namun berarti serupa cara memandikan bayi, mengganti nappies, breast feeding, dan lain-lain. Untuk urusan beajar ini, kami memang sudah sejak lama berusaha cari info seputar kehamilan dan bayi. Informasi dari situs-situs di internet menjadi tambahan pengetahuan bagi kami.
Ngomong-ngomong soal pengetahuan baru, kemarin saat belajar di salah satu library di kampus, saya kemudian tertarik pada satu rak besar di samping rak buku-buku bisnis. Rak itu isinya semua tentang anak. Banyak buku-buku menarik di sana. Ada "Children are from heaven", "Parenting skills", serta buku-buku ber-genre "how to" lainnya. Saya sangat tertarik dan merasa ini penting untuk dibaca. Mungkin setelah ujian kelar, buku-buku itu harus juga masuk dalam library list.
Satu lagi yang menjadi perhatian saya selama proses hamil dan bersalinnya istri saya. Keterlibatan laki-laki, entah itu sebagai suami atau sekedar pasangan (disini, tak keren tuh menyebut suami sebagai husband, my partner, begitu kebanyakan yang berlaku sama untuk istri). Mulai dari hal kecil seperti menciptakan suasana yang positif hingga membantu proses persalinan. Saya juga dilibatkan dalam parenting class saat di rumah sakit. Ringkasnya, sosok lelaki dan pasangan disini tak lagi sekedar sosok cemas yang mondar-mandir di depan pintu sambil terus berharap mendengar tangis bayi dari dalam ruangan. Setelah bayinya lahir, senang seketika. urusan menjaga dan membereskan popok bayi menjadi urusan ibu dan neneknya.
Terlepas bahwa isu kesetaraan gender dan feminisme yang masih menjadi perdebatan dan tetap saja masih ada yang coba memperdebatkannya, tapi menurut saya kesadaran seperti ini harus juga disebarkan. Ini tidak kemudian masuk pada wilayah perdebatan ideologis dengan bahasa-bahasa sulit itu, tapi sekedar sebagai sebuah wacana job description semata. Ini juga tidak berarti bahwa peranan lelaki selama ini hanya melulu menanti hasil. Yang pasti, ini adalah sebuah proses untuk lebih menghargai anak dan masa depannya.
Untuk yang seperti ini, tak perlulah menunggu fatwa MUI untuk sekedar mencari tahu bahwa ada tugas lelaki juga disana. Apalagi MUI sekarang lebih senang ngurusin aliran sesat dan memancing kemarahan ketimbang membantu umat keluar dari perangkap kemiskinan dan pengaruh sinetron jahat.
Sebagai seorang yang lahir dari lingkungan yang sangat "lelaki", tentu saya tak bisa begitu saja menganggap ini sebagai sesuatu yang mudah. Apalagi ego sebagai kepala rumah tangga juga tak pupus dari pandangan sempit dan dangkal. Tapi namanya juga usaha dan belajar. Ada naik turunnya, ada juga lebar sempitnya.
Lelaki katanya dari Mars, dan Venus adalah tempat asal wanita. Tapi anak-anak adalah makhluk surga, yang harus dijaga oleh lelaki dari mars dan wanita dari venus.
No comments:
Post a Comment