Tuesday, December 06, 2005

Weathering

#1
Seorang anak, kutaksir umurnya tak lebih dari 10 tahun, sedang asyik membaca buku. “The Onion Nausem, American’s Finest News Source-Complete News Archieves Vol.15”, begitu judul buku yang ia baca. Aku tahu judul buku itu setelah ‘bersabar’ menanti ia membolak-balik lembar demi lembar buku itu. Setelah ia berpaling karena panggilan ibunya—mungkin harus segera creambath atau mencari prada edisi teranyar, kuambil buku yang dibacanya tadi. Penasaran aja rasanya, anak sekecil itu sudah membaca (kalau toh tidak membaca, menaruh perhatian terhadap sesuatu yang tidak lazim bagi anak-anak) buku yang aku sendiri belum tentu mengerti apa isinya.

Ternyata buku itu berisi kumpulan berita yang pernah dimuat salah satu majalah di Amerika. Semacam bundel, yang diterbitkan dalam beberapa volume. Dari halaman yang kuingat, berita yang lama dipelototi anak itu berjudul “The King of Pop Speaks”. Wah, aku jadi ingat bacaan-bacaanku ketika seumuran anak kecil itu.

#2
Keluar dari plaza, hujan deras mengguyur kota. Di luar tampak beberapa anak “dalam pengawasan ketat” orang tua mencoba mencicipi guyuran hujan. Dengan menjulurkan tangan keluar dari beton yang menutupi sebagian lobi plaza. Atau sekedar berteriak girang seolah hujan, paling tidak bermain-main dengan hujan, adalah barang langka untuk mereka.

Di seberang jalan seorang anak dengan kuyup menawarkan payung untuk mereka yang bergegas. Kuhampiri dia, dengan berlari tentunya, untuk mengantarku ke halte bus. Sambil menikmati perjalanan beberapa ratus meter menuju halte, kubertanya kepadanya, sekedar mencoba memecah kesunyian seolah kami adalah sepasang kekasih yang sedang bertengkar.

Namanya Andi, kelas 5 SD. Mengojek payung adalah pilihan paling baik untuk membantu ibunya menghidupi ia dan tiga orang adiknya. Dari mengojek payung ia biasa membawa pulang Rp 15 ribu. Lumayanlah, sebab tak sedikit pengguna jasanya memberi tip tambahan. Mungkin iba, mungkin juga malas menunggu kembalian atau memang ingin bersedekah.

#3
Desember menjelang akhir hari ketiga, sebuah pesan pendek masuk ke handphoneku. “Alhamdulillah Hasni telah melahirkan bayi laki-laki pada pukul 22.56 WITA tadi. Panjang 52 cm, berat 3,60 kg.” Seorang ponakanku lahir lagi, berarti tanda bahwa kehidupan harus terus dilestarikan. Atau mungkin seperti kata Tagore, setiap anak tiba dengan pesan bahwa Tuhan belum jera dengan manusia.

Selamat datang, nak.

No comments: