Thursday, October 11, 2007

Kita berteman

“Bloody Facebook wastes my time”, begitu tulis seorang kawan di profile facebooknya. Saat bertemu di kelas pagi tadi, saya lalu menyapanya dan bertanya apa kabar dengan facebooknya? Ia cuma nyengir.

Entah karena kuliah business ethics yang tidak menarik baginya atau sang dosen yang memberi presentasi seadanya, ia pun asyik membuka-buka halaman account facebook melalui handphonenya. Kawan ini duduk tepat di sebelah saya. Setengah berbisik, kukakatakan padanya untuk tidak menghabiskan waktu dengan facebook. Lagi, ia kembali nyengir. Facebook, benci tapi rindu.

Begitulah, social network seperti facebook, friendster yang spesialis benua asia, myspace, tagged, hi5, to name a few, telah menjelma menjadi penanda sebuah generasi. Seperti MTV dengan beragam mode dan musiknya yang sering menjadi acuan banyak anak muda. Entah MTV kini masih menjadi trendsetter, tapi social network kini telah memiliki tempat tersendiri di hati banyak orang. Tak hanya monopoli anak muda saja sebenarnya. Yang berumur dan masuk kategori lansia pun tak sedikit yang punya halaman di banyak social network. Banyak? Yah, tak sah rasanya jika cuma bergabung di satu network belaka.

Dengan network-network ini, saya bisa memiliki teman yang banyak. Teman yang bisa lebih saya kenali ketimbang teman beneran yang bersama kami banyak menghabiskan waktu. Ada yang request jadi teman hanya karena saya membeli bukunya di Amazon. Siapa dia? Tak sekalipun saya pernah ketemu dan bahkan namanya pun tak kuingat dengan baik.

Friendship? Wah, paradigma berteman dan berkawan kini sudah berubah, sobat. Teman dalam kenangan dan kenyataan kini beradu dalam ruang maya yang makin tak terbatas. Tapi apakah ini kemudian bebas dari kritik? Di koran Financial Times edisi weekend kemarin dalam rubrik konsultasi bisnis ada seorang karyawan yang ‘curhat’ soal dilemma yang dihadapinya. Bos di kantornya mengirimkan ‘aplikasi’ permohonan untuk menjadi kawan di facebooknya. Ia ragu luar biasa untuk mengklik ‘confirm’ sebagaimana presedur standard berteman ala facebook. Kebayang jika sang bos ternyata tahu ia suka keluar malam menikmati pengalaman dari satu pub ke pub yang lain. Tak tahan juga ia jika sang bos melihat foto usilnya ‘mengerjai’ inventaris kantor. Dalam rubrik ini meminta saran, apakah ia menerima atau menolak permintaan ‘berteman’ dari sang bos. Bagaimana pula dengan konsekuensi jika ia kemudian memilih untuk menolak?

Seorang lainnya menulis betapa facebook telah melampaui apa yang ia harapkan. Tak habis pikir ia harus merespon tawaran poke, tattoo, dan bermacam aplikasi dari facebook yang dikirimkan ‘teman-teman’ mayanya. Ia mengeluh betapa over aggressive nya proses berteman di social network. Saya juga sebenarnya mengalami hal yang sama. Poke, tattoo, aquarium, dan aplikasi-aplikasi lainnya dari facebook, membuat saya jadi tak mengerti tentang facebook. Dasar gaptek dan tidak punya banyak waktu mengamati dan mendalami, request-request itu menumpuk tanpa pernah saya jamah. Selain tak mengerti, sekali lagi, niat saya emang cuma menambah account di social network yang lagi trend. Soal teman baru yang sedikit beda dengan account lain, itu bonus. Popularitas saya sebagai orang yang kenal dan dikenal banyak orang pasti akan terdongkrak. Oh yah, popularitas, itu mantranya.

Tengok betapa kandidat calon presiden di Amerika sana tak melewatkan sedikitpun peluang ini. Hillary Clinton, Obama, dan juga yang lain, pasti memiliki account di facebook, myspace, yang muaranya tentu untuk mendongkrak popularitas. Nama mereka juga tercatat sebagai pemilik account di youtube. Tapi apakah selalu jelek ketika berbicara popularitas?

Saya percaya bahwa social network ini punya nilai positif juga. Saya akhirnya bisa bertemu (paling tidak di dunia maya) dengan seorang kawan lama yang kini ada di Jakarta. Sejak berpisah beberapa tahun yang lalu, praktis tak kontak-kontak dengannya. Tak ada kabar berita serta surat kangen sebagai seorang kawan. Tak itu saja, ia bisa pula dipakai untuk bertukar informasi, jika perlu berdagang. Seorang kawan melelang barang-barang yang dimilikinya melalui friendster dan facebook.

Desakan untuk junta militer di Burma juga kencang disuarakan di banyak social network. Juga kepedulian terhadap bencana di Afrika dan kepedulian terhadap sesama melalui jejaring komunikasi. Jadi, tak hanya sekedar berbagi pesan dan foto. Tak juga melulu sekedar berbagi komen. Namun tetap saja, fungsi utamanya sebagai penghubung bagi teman lama dan mencari teman baru.

Maukah Anda jadi teman saya?

No comments: