Sunday, March 19, 2006

penyokong kapitalis

himpitan hidup selalu membuat pilihan menjadi terbatas. dan pilihan yang terbatas itu sayangnya tidak melulu menyenangkan.

di sekitar kos telah banyak warung-warung makan, baik yang permanen ataupun yang instan dan ala kadarnya. namun pertumbuhan warung-warung seperti ini makin tinggi saja rupanya. terbukti sejak beberapa bulan ini warung jajanan terus saja muncul dan kadang tak peduli jika harus dibantaran kanal sekalipun. pokoknya, jangan bicara teori pemasaran klasik disini, dijamin ga nyambung..

dua hari lalu, rasa penasaran membuat saya ingin mencoba makan sore (makan siang yang tertunda) di warung yang baru buka beberapa hari lalu. warung ini hanya salah satu dari sekian banyak warung yang menjamur di sekitar salemba. bahkan yang bukan warung pun jumlah bejibun. yang bukan warung maksudnya ya tidak ada tempat namun penjualnya yang berkeliling. di depan TK dekat kos saya misalnya, setiap pagi berjejer ibu-ibu dengan meja kecil dan jajanannya yang sekedar permen atau snack kecil. omzetnya kira-kira tak lebih dari dua puluh ribu rupiah. bangsa ini memang aneh, meski ribuan orang terancam kelaparan dan kehilangan pekerjaan, yang diributkan malah soal udel dan goyangan inul. maunya bicara moral tapi malah kebablasan..

kembali ke warung tadi, tempatnya semi permanen dan bersih. mungkin karena masih baru. menunya juga sederhana meski tidak ala kada harganya. tapi yang pasti, ia lumayan menjadi alternatif dari nasi uduk, nasi goreng, mie bakso, mie ayam, siomay atau pecel lele yang rutin bergiliran mengisi perutku kala malam. alternatif karena ia menyediakan menu rumahan, dimana ikan dan sayurnya lumayan berselera. belum lagi cobek-cobek mentahnya, sangat terasa terasinya...

nah, siang tadi karena ingin menikmati menu lain dan berharap cobek-cobeknya masih ada, saya pun kembali ke warung itu. tapi kaget juga melihat tulisan di pagarnya, "Dasar Kapitalisme Lokal Dadakan...", begitu bunyi tulisan itu. lucu juga, mungkin maksudnya kapitalis bukan kapitalisme.. serius sedikit, memang warung itu berubah menjadi magnet baru, dimana banyak orang tak sekedar menjadikannya alternatif. mungkin karena makanannya yang pas di lidah orang bukan betawi atau juga karena gadis-gadis yang kos di lantai dua, tepat di atas warung itu. entahlah..

kuyakin tulisan itu baru dibuat semalam, atau tengah malam. karena semalam saat pulang ke kos tulisan itu belum ada. bisa jadi ini ulah anak muda revolusioner yang seolah ingin berikrar, revolusi tidak berhenti, meski ia masih harus belajar banyak tentang apa yang ditulisnya.. saya juga tidak mau berspekulasi bahwa ini bagian dari persaingan usaha sesama warung, sebab rasanya terlalu naif menjual cap kapitalis untuk ukuran yang tidak jelas. tak ada pula reaksi dari pemilik warung, mungkin karena ia tak paham atau bagaimana, entahlah.

yang jelas, kami , para pembeli di warung itu secara tidak langsung dicap sebagai pendukung kapitalis (kapitalisme?). untuk cobek-cobek yang enak, tak apalah...

No comments: