Liputan6 SCTV, sejumlah mahasiswa Unhas menyandera dekan mereka. tuntutannya agar dekan membatalkan SK mengenai skorsing terhadap pengurus lembaga kemahasiswaan yang tetap "nekad" melaksanakan prosesi penyambutan mahasiswa baru. Gambar menunjukkan bagaimana mereka dengan semangat sebagai "anak muda" tulen mencoba menyandera dekan.
masih dalam liputan6, berita selanjutnya mengisahkan bagaimana mahasiswa di makassar memiliki "kelebihan" dalam hal tawuran dan tindak kekerasan.
Gambar kemudian menyajikan mahasiswa fpok UNM mengamuk (ini dalam artian sesungguhnya) dan kemudian menghancurkan fasilitas kampus karena tidak setuju dengan kebijakan rektorat yang membatasi mereka untuk melaksanakan pkl. berita ini lebih bersifat analitis, sebab frame kedua menyajikan mahasiswa unhas yang minggu lalu tawuran selama dua hari. tawuran yang melibatkan dua fakultas yang memang memiliki sejarah dalam dunia pertawuran di unhas. apa penyebab tawuran? maaf, pikiran untuk menjadi pahlawan, atau paling tidak menjadi kebanggaan untuk menjadi pioneer dalam mempertahankan "kehormatan" sempit fakultas.
dalam analisisnya, berita itu menyebutkan bahwa entah apa yang terjadi dengan mahasiswa saat ini. kebrutalan dan kebringasan seperti menjadi pilihan dalam menyampaikan argumen. sementara di sisi lain, harapan dan cita-cita untuk mewujudkan masyarakat madani, sejahtera dan damai selalu mereka tuntut dan kumandangkan. paling tidak, begitulah yang terbaca dalam rekomendasi dan butir-butir tuntutan mereka ketika berdemonstrasi.
yang paling menyakitkan sebenarnya adalah berita selanjutnya tentang demonstrasi mahasiswa UI menuntut agar uang pangkal (admission fee) yang dibebankan kepada mahasiswa baru tidak terlalu tinggi dan mengharapkan UI agar tetap memberikan kesempatan yang sama kepada mereka yang memiliki kemampuan finansial yang pas-pasan. gambar yang disajikan kemudian memperlihatkan bagaimana mereka berdemonstrasi dengan tertib dan teratur. lengkap dengan jas almamater mereka yang menggambarkan kebanggaan. tak ada teriakan dan caci maki yang lebih cocok disebut menghujat. tidak ada pula "prosesi" bakar-membakar sebagaimana ritual resmi mahasiswa di makassar.
sebuah kontras yang sangat. memang, disini pasti punya dalih yang tidak sedikit. misalnya kenapa selalu mereka yang jadi pembanding, lagi pula mahasiswa di makassar tak kurang kepeduliannya buat mereka yang tidak berpunya. kurang? kita disini juga kan lain karakter dan permasalahannya, kenapa perbandingan timpang ini harus ada? masih kurang juga? kami tunggu anda di BTN...
lalu, akan halnya dengan kebringasan dan kebrutalan itu, apa sudah mendarah daging? ah, kalau yang ini rasanya berlebihan. masih banyak dari mereka yang imut dan lebih suka piss. atau paling tidak, masih lebih banyak lagi yang tidak bereaksi apa-apa. soal kekerasan dan tawuran, dianggap saja sebagai ritual dan akan lewat begitu saja.
masalahnya kemudian, mengapa harus dengan cara seperti itu? bukankah mahasiswa seharusnya menjadi garda terdepan (istilah apa lagi ini...) untuk menyuburkan kedamaian. soal menentang dan keras, itu memang ciri anak muda. bukan berarti pula ketidakadilan diselesaikan dengan berdiam diri. namun, tawuran demi sebuah harga yang tak jelas, ketidakadilan apa pula yang diperjuangkan?
bukan sok bijak dan tidak mengerti kondisi. tapi jika ini terus berlangsung, bagaimana mahassiswa mampu mengemban harapan dan cita-cita yang dititipkan kepada mereka?
memang, bukan melulu mahasiswa yang salah disini. lingkungan dan kondisi serta entitas yang ada di perguruan tinggi tak bersinergi sehingga menciptakan situasi serba tidak jelas, kalau tidak ingin dikatakan buruk. tapi paling tidak, mencoba untuk berkaca dan kemudian lebih dalam menyelami tanggung jawab adalah upaya paling minimum mewujudkan mimpi-mimpi itu. setelah itu, tersedia banyak alternatif untuk melanjutkannya. senyampang memang sederhana dan tidak rumit, tapi apakah laku akan berkata demikian?
meminjam tag iklan kompas, menjadi bijak, memang tidak perlu menunggu tua...
No comments:
Post a Comment