Thursday, May 28, 2015

Important

Final year, hectic days.

Oh iya, ini cerita soal dua supervisor thesis saya. keduanya perempuan. mereka dua individua yang berbeda dalam banyak hal. tentu, pengalaman dan usia menjadi kunci dalam perbedaan ini.
Supervisor yang pertama seorang australia berdarah Rusia. Mungkin dengan latar belakang itu sendiri bisa menjelaskan mengapa ia berbeda. Tegas, tak banyak kompromi, dan demanding.

Setiap dua minggu kami bertemu dan berdiskusi. tiga hari sebelum waktu bertemu, ia sudah minta dikirimkan draft pekerjaan saya. telat sehari, ia akan email bertanya mengapa dirinya belum menerima draft pekerjaan saya. tak banyak interaksi informal dengannya. bersikap tegas kepada mahasiswa bimbingannya merupakan bentuk pembimbingan. Ia percaya keberhasilan hanya bisa diraih dengan kerja keras dan pengorbanan. Bahkan mungkin dengan celaan? Hahaha, iya, jika telat mengirim draft atau hasil kerjaan dari memuaskan, ia tak segan mencela atau mengirim email dengan mode sarcasm yang luar biasa pedisnya. Beberapa kali saya menerima email yang agak mengesalkan ketika membacanya. Juga komentar dan feedbacknya yang serasa tidak supportif jika dibaca dalam keadaan tidak mood, lapar dan beasiswa yang belum juga cair. Percayalah...

Soal pengorbanan ini termasuk soal keluarga. Memasuki tahun terakhir studi saya, ia meminta saya untuk fokus dan memberi perhatian penuh pada tesis. Ia juga meminta saya berbicara kepada istri dan anak untuk siap 'dicuekin' hingga tesis tuntas. Pokoknya, hanya tesis yang utama. Perlakuan yang sama ia terapkan pada anaknya. Ia bercerita bagaimana ia menerapkan pola disiplin di rumah. tak boleh ada gangguan saat ia bekerja. Disiplin ketat juga ia terapkan pada anaknya semata wayang.

Di ruangan kerjanya, ada foto anaknya dengan medali emas entah dalam lomba apa. sepertinya atletik. Menurutnya, porestasi anaknya itu didapatkan dengan penekanan disiplin luar biasa, termasuk dengan mengatur pola makan dan melarang anaknya mengkonsumi jajanan sembarang. McDonald dan domino pizza? oh nope nope nope...

Saya beruntung, supervisor kedua (dan yang utama) sifat berbeda. Mungkin karena usia atau latr belakangnya yang dari Asia, banyak kompromi dalam interaksi kami. Ia sibuk luar biasa, selain jabatan struktural dalam kampus yang diembannya, ia juga punya banyak riset dan sering ke luar kota hingga menyebrang negara.

Dengan kondisi seperti itu, kompromi menjadi perlu. tak berarti bahwa pertemuan kami melulu ditunda dan tak sesuai jadwal. pertemuan hanya sebulan sekali, tapi jujur saja, lebih banyak yang saya dapatkan (fefedback dan ilmua lainnya) ketimbang pertemuan dengan supervisor pertama tadi. Ia juga sering berbagi pengalamannya ketika melakukan riset. Juga tak sedikit bukunya yang aku pinjam.

Nah, saat bertemu kemarin, ibu supervisor ini dapat telpon dari anaknya. Ia kemudian meminta ijin untuk menjawabnya. Setelah sekitar 2 menit berbicara, ia kemudian menjelaskan kepada saya bahwa ia punya prinsip baginya keluarga tetap utama. Ia juga berpesan pada anaknya, jika ada apa-apa dan butuh berbicara, anaknya bisa menlponnya kapan saja, meski dalam jam kerja sekalipun. "For me, family is important. when my daughter calls me, everything else is less important".

Tak ada soal mana yang lebih baik dari kedua ibu supervisor saya ini sebenarnya. Ini lebih soal pilihan menentukan prioritas. saya juga tak yakin benar bahwa kedisiplinan ibu supervisor saya yang pertama berarti ia tak lebih sayang pada anaknya ketimbang supervisor kedua. Soal hasilnya bagaimana, nah ini yang harus saya cari lebih jauh lagi dengan keduanya. Masih ada waktu bersama mereka, meski tetap berharap tak harus dalam waktu lama. Ingat, final year dan tak ada lagi beasiswa....