Hari ini ada berita menarik dari koran kampus. Seorang mahasiswi tertangkap mata berbohong saat mengatakan dirinya sakit dan tidak bisa masuk kelas. Sang dosen, entah karena penasaran atau karena facebook maniak, mendapatkan foto sang mahasiswa sedang asyik berpesta pada hari saat dia harusnya memaparkan tugas presentasinya di depan kelas. Facebook pun telah terbukti ampuh untuk menjadi alat deteksi kebohongan, rupanya. Kepopulerannya pun terihat jelas saat berada di computer cluster, di main library. Tak ada PC yang aktif tanpa ada tab yang membuka facebook di monitornya.
Ini hanya sebuah contoh tentang bagaimana facebook, telah menjadikan 2007 sebagai tahunnya. Tak hanya sekedar social network belaka, tapi facebook telah menjadi sebuah instrumen monumental tentang kekuatan ide dan kesanggupannya memberi materi yang luar biasa banyaknya. Tak percaya? Tanyalah Mark Zuckerberg, CEO Facebook, yang kemudian menjadi CEO termuda dengan kapitalisasi lebih dari milyaran US dollar. Ditaksir Yahoo, Google dan Viacom, tak membuatnya goyah. Facebook kemudian menjadi saingan tersendiri bagi Google, di jagat maya dan jagat modal.
Lalu apa kaitan ini semua? Ide, teknologi, dan kerja keras, tentunya, telah membuat beberapa orang (tentu tak banyak) menjadi luar biasa ketimbang yang lain. Dalam jagat bisnis, kemampuan seperti ini yang kemudian dikatakan lebih berharga ketimbang pabrik berhektar-hektar dan mesin bergulung-gulung. Orang-orang dengan talent dan skill yang luar biasa pun kemudian diperebutkan. Talent Management, meski bukan sesuatu yang baru, terus dikampanyekan dan dipraktikkan oleh perusahaan-perusahaan besar. Tujuannya tak lain untuk meningkatkan value dari perusahaan. Dalam laporan keuangan persuhaan, mereka termasuk dalam kelompok intagible assets. Maka tak heran, perusahaan-perusahaan farmasi sekarang ini lebih banyak memiliki asset yang ber'hantu' ketimbang pabrik. Mereka lebih memilih meng-outsource kan bagian produksi dan menjual licence kepada perusahaan lain.
Soal talent management sendiri, ide ini sebenarnya telah lama dikenal dalam dunia olahraga modern. Contoh sederhananya adalah LA Galaxy, klub sepakbola dengan prestasi biasa, tak dikenal di luar Amerika, menjadi luar biasa terkenal dan dikenal dengan masuknya Beckham. Jangan tanya soal penjualan merchandise, dan tiket pertandingan. Semuanya menunjukkan grafik yang meningkat. Membayar gaji miliaran rupiah per minggu buat bintang-bintang itu tetap saja tak berarti jika membandingkannya dengan apa yang klub dapatkan.
Kembali ke soal ide tadi, tahun depan pun kemudian diramalkan penuh dengan ide dan kreasi yang baru, dan Facebook pun kemudian menjadi sebuah pengalaman "tahun lalu". Website dengan beragam fitur dan penawaran pun kemudian ramai menjajakan diri, berharap keberuntungan serupa Ebay, Amazon, Facebook, Bizrate, dan lain-lain. Maka hadirlah etsy (www.etsy.com) yang meminjam konsep Amazon.com untuk barang kerajinan tangan, twitter yang seperti PDA yang punya kemampuan mem-push pesan, dan moshimonsters.com, facebook versi anak-anak dengan beragam game dan program edukasi.
Sekali lagi, kuncinya adalah ide dan kreasi yang biasa tapi terkemas luar biasa, begitu selalu yang didengungkan. Itu pula yang akan kita dapat saat membali-balik halaman autobiografi dari person-person ini. Persoalannya, mengapa yang namanya kreatif, menarik, selalu ditentukan dari sono? Oh yah, saya lupa. "Kreatif" ini juga kan bukan sesuatu yang gratis?