Thursday, September 22, 2005

paseban, sebuah permulaan

tiba juga pada akhir pencarian. kamar kos yang menjadi target pertama sudah didapat. sederhana namun penuh cerita, setidaknya itu menurut pandangan pertama. berada dijalan paseban timur, dimana untuk mencapainya, perlu melewati beberapa gang dan bejibun kos-kosan dengan berbagai modelnya dan harganya. makin kepinggir jalan, makin mahal juga biayanya. karena target saya adalah kamar yang murah dan nyaman, makanya resiko masuk keluar gang itu harus dilewati.

dari luar rumah itu tak tampak seperti kos. namun jika masuk lebih kedalam, bayangan itu dengan sendirinya sirna dengan petak dua yang terbagi lagi dalam beberapa kamar. jumlah totalnya 10 kamar. namun yang terisi hanya 7 kamar, termasuk saya penghuni baru. menurut ketuanya sih, mereka selektif dalam menerima penghuni baru. entah benar atau tidak, tapi kelihatannya itu khas gaya penghuni lama ketika kedatangan anggota baru.

unik, begitu gambaran sederhana tentang penghuni kos, sekali lagi, setidaknya menurut pandangan awal. baiklah, kita mulai dari mas Herman. dosen keperawatan yang sedang mengambil master di FK-UI. ia dianggap sebagai kepala kos, mungkin karena ia yang paling tua. mengidolakan aa gym, langganan koran tempo, lebih suka berdiam di kamar.

selanjutnya, Teguh. ia yang kelihatan agak aneh. pergi pagi, pulang malam, praktis tidak ada kesempatan untuk berbincang dengan penghuni lainnya. anak kost menyebutnya homo, tapi saya belum bisa membuktikannya. paling tidak, sampai saat ini saya percaya saja. ia satu-satunya penghuni yang paling dibenci di kos. selain mungkin karena homo, ia juga terkesan sombong dan tidak pernah berpartisipasi dalam acara ngopi bareng di sore hari. aktivitasnya adalah penata rias di sebuah production house. kabarnya sih, ia perias beberapa artis yang "hampir" terkenal.

Ade, seorang calon dokter yang sebentar lagi akan diwisuda. hobi nonton bokep dan punya sekotak besar dvd bokep dari segala aliran. mulai dari asia sampai afrika dan india. kalau amerika dan eropa, jumlahnya lebih banyak lagi. menjelang wisuda, kesibukannya bertambah. ia harus menanti kedatangan keluarganya dari surabaya, dan mempersiapkan akomodasi buat mereka. Imam, teman sekamar Ade, yang tak lain adalah kakanya sendiri. Alumni ITS, pegawai baru di PLN. waktu senggangya habis dipakai untuk melahap komik-komik jepang yang sebenarnya lebih cocok jadi bacaan anaknya. tubuhnya tambun, lebih dari sekedar gemuk. sambil membaca komik, ia hobi juga mengunyah cemilan. Ia tak tahu kalau Ade, adiknya sering nonton bokep.

Mahfud, seorang staf accounting di perusahaan tambang. workoholic, begitu gmabaran ringkas tentangnya. pergi pagi dan kembali saat semua penghuni lagi asik-asiknya istirahat. gajinya besar pasti. sebab hampir semua gadget yang dimilikinya adalah keluaran mutakhir. entah mengapa ia masih tinggal dikos seperti itu, meski ia pasti masih bisa nabung walau negkos di depan gang yang biayanya 1,5jt sebulan.

yang berikutnya, Erwin. ia adalah penghuni dengan suara besar dan memang punya hobi teriak. mungkin ia gambaran ideal dari masyarakat pesisir. hobinya juga nonton bokep. rasanya 7 tahun ia belum kelar kuliah cukup menjelaskan betapa ia sangat mendalami hobinya ini. dikamarnya ada sebuah kotak sepatu berisi cd dan dvd bokep, juga dengan beragam warna dan aliran. kotak itu ditulisinya dengan kotak surga, dengan sangat mencolok. soal kenapa disebut kotak surga, belum sempat kutanyakan. nantilah kapan-kapan...

dua lainnya, belum sempat kukenal. mereka lagi tugas di luar, tepatnya di sampit. tapi akhir bulan ini katanya akan kembali.

yang menarik malah bapak kost, sang pemilik. ia adalah orang cina betawi, yang telah membuka usaha kos sejak tahun 1970-an. ia memiliki beberapa rumah kos, yang semuanya berada dikisaran salemba. Te Awong (aku tak yakin dengan ejaannya), begitu anak-anak sering memanggilnya.meski ia hindu, tapi ia rajin sekali mengumbar kata-kata seperti insyaallah, alhamdulillah, masyaallah. bahkan sering menyapa dengan assalamu alaikum. potret ideal dari jamaah yang dicita-citakan jamaah islam liberal (JIL).

sebagai sebuah permulaan, paseban, disini aku berpijak.

Monday, September 12, 2005

cerita lain dari mahasiswa

Liputan6 SCTV, sejumlah mahasiswa Unhas menyandera dekan mereka. tuntutannya agar dekan membatalkan SK mengenai skorsing terhadap pengurus lembaga kemahasiswaan yang tetap "nekad" melaksanakan prosesi penyambutan mahasiswa baru. Gambar menunjukkan bagaimana mereka dengan semangat sebagai "anak muda" tulen mencoba menyandera dekan.
masih dalam liputan6, berita selanjutnya mengisahkan bagaimana mahasiswa di makassar memiliki "kelebihan" dalam hal tawuran dan tindak kekerasan.

Gambar kemudian menyajikan mahasiswa fpok UNM mengamuk (ini dalam artian sesungguhnya) dan kemudian menghancurkan fasilitas kampus karena tidak setuju dengan kebijakan rektorat yang membatasi mereka untuk melaksanakan pkl. berita ini lebih bersifat analitis, sebab frame kedua menyajikan mahasiswa unhas yang minggu lalu tawuran selama dua hari. tawuran yang melibatkan dua fakultas yang memang memiliki sejarah dalam dunia pertawuran di unhas. apa penyebab tawuran? maaf, pikiran untuk menjadi pahlawan, atau paling tidak menjadi kebanggaan untuk menjadi pioneer dalam mempertahankan "kehormatan" sempit fakultas.

dalam analisisnya, berita itu menyebutkan bahwa entah apa yang terjadi dengan mahasiswa saat ini. kebrutalan dan kebringasan seperti menjadi pilihan dalam menyampaikan argumen. sementara di sisi lain, harapan dan cita-cita untuk mewujudkan masyarakat madani, sejahtera dan damai selalu mereka tuntut dan kumandangkan. paling tidak, begitulah yang terbaca dalam rekomendasi dan butir-butir tuntutan mereka ketika berdemonstrasi.

yang paling menyakitkan sebenarnya adalah berita selanjutnya tentang demonstrasi mahasiswa UI menuntut agar uang pangkal (admission fee) yang dibebankan kepada mahasiswa baru tidak terlalu tinggi dan mengharapkan UI agar tetap memberikan kesempatan yang sama kepada mereka yang memiliki kemampuan finansial yang pas-pasan. gambar yang disajikan kemudian memperlihatkan bagaimana mereka berdemonstrasi dengan tertib dan teratur. lengkap dengan jas almamater mereka yang menggambarkan kebanggaan. tak ada teriakan dan caci maki yang lebih cocok disebut menghujat. tidak ada pula "prosesi" bakar-membakar sebagaimana ritual resmi mahasiswa di makassar.

sebuah kontras yang sangat. memang, disini pasti punya dalih yang tidak sedikit. misalnya kenapa selalu mereka yang jadi pembanding, lagi pula mahasiswa di makassar tak kurang kepeduliannya buat mereka yang tidak berpunya. kurang? kita disini juga kan lain karakter dan permasalahannya, kenapa perbandingan timpang ini harus ada? masih kurang juga? kami tunggu anda di BTN...

lalu, akan halnya dengan kebringasan dan kebrutalan itu, apa sudah mendarah daging? ah, kalau yang ini rasanya berlebihan. masih banyak dari mereka yang imut dan lebih suka piss. atau paling tidak, masih lebih banyak lagi yang tidak bereaksi apa-apa. soal kekerasan dan tawuran, dianggap saja sebagai ritual dan akan lewat begitu saja.

masalahnya kemudian, mengapa harus dengan cara seperti itu? bukankah mahasiswa seharusnya menjadi garda terdepan (istilah apa lagi ini...) untuk menyuburkan kedamaian. soal menentang dan keras, itu memang ciri anak muda. bukan berarti pula ketidakadilan diselesaikan dengan berdiam diri. namun, tawuran demi sebuah harga yang tak jelas, ketidakadilan apa pula yang diperjuangkan?

bukan sok bijak dan tidak mengerti kondisi. tapi jika ini terus berlangsung, bagaimana mahassiswa mampu mengemban harapan dan cita-cita yang dititipkan kepada mereka?
memang, bukan melulu mahasiswa yang salah disini. lingkungan dan kondisi serta entitas yang ada di perguruan tinggi tak bersinergi sehingga menciptakan situasi serba tidak jelas, kalau tidak ingin dikatakan buruk. tapi paling tidak, mencoba untuk berkaca dan kemudian lebih dalam menyelami tanggung jawab adalah upaya paling minimum mewujudkan mimpi-mimpi itu. setelah itu, tersedia banyak alternatif untuk melanjutkannya. senyampang memang sederhana dan tidak rumit, tapi apakah laku akan berkata demikian?

meminjam tag iklan kompas, menjadi bijak, memang tidak perlu menunggu tua...